Jakarta, Beritasatu.com - Jaksa Penuntut Umum meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman seumur hidup dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan terhadap mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Hary Prasetyo.
Jaksa meyakini Hary bersama-sama mantan Direktur Utama PT Jiwasraya Hendrisman Rahim dan eks Kepala Divisi Investasi PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan telah melakukan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan keuangan negara hingga Rp 16,807 triliun.
"Menuntut supaya Majelis Hakim pengadilan menyatakan terdakwa Hary Prasetyo telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Jaksa Yanuar Utomo saat membacakan surat tuntutan Hary dalam persidangan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/9/2020).
Tuntutan terhadap Hary lebih berat ketimbang Hendrisman dan Syahmirwan yang juga menjadi terdakwa perkara ini. Jaksa menuntut Hendrisman untuk dihukum 20 tahun pidana penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan Syahmirwan dituntut dijatuhi hukuman 18 tahun pidana penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dalam menuntut ketiga mantan pejabat Asuransi Jiwasraya, Jaksa mempertimbangkan sejumlah hal. Untuk hal yang memberatkan, Jaksa menilai, ketiga terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan perbuatan ketiga terdakwa berimplikasi pada kesulitan ekonomi terhadap para peserta PT Asuransi Jiwasraya.
"Perbuatan terdakwa terencana, terstruktur dan masif, dan berimplikasi pada timbulnya kesulitan ekonomi nasabah Asuransi Jiwasraya, perbuatan terdakwa menyebabkan kepercayaan masyarakat menurun terhadap perusahaan asuransi," kata Jaksa.
Sementara untuk hal yang meringankan, Jaksa menikai terdakwa bersikap sopan dan kooperatif dalam persidangan serta terdakwa belum pernah dihukum.
Jaksa meyakini, perbuatan para terdakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 16,8 triliun. Dugaan kerugian negara tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara Atas Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi pada periode Tahun 2008 sampai 2018 Nomor: 06/LHP/XXI/03/2020 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Jaksa mengatakan, Hendrisman selaku Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya bersama-sama Hary dan Syahmirwan melakukan kesepakatan dengan Direktur Utama PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto dalam pengelolaan investasi saham dan reksa dana PT AJS yang tidak transparan dan tidak akuntabel dengan melakukan kesepakatan tanpa penetapan Direksi PT Asuransi Jiwasraya.
Sejak 2008 hingga 2018, ketiga terdakwa telah menggunakan dana-dana hasil produk Jiwasraya berupa produk nonsaving plan, produk saving plan, maupun premi korporasi yang keseluruhan bernilai kurang lebih Rp 91.105.314.846.726,70 di antaranya untuk melakukan investasi saham, Reksa Dana maupun Medium Term Note (MTN).
Selama periode tersebut, Hendrisman, Hary dan Syahmirwan sepakat untuk menyerahkan pengaturan pengelolaan investasi saham dan reksa dana PT Asuransi Jiwasraya kepada Benny Tjokro, Heru Hidayat dan Joko Hartono. Pengelolaan dan pengaturan saham sepenuhnya diserahkan kepada Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, sehingga manajer investasi yang dipilih tidak mengetahui secara pasti nama saham yang ditempatkan, kualitas dan jumlah saham yang ditempatkan ke dalam reksa dana.
Atas perbuatannya, ketiga mantan pejabat PT Asuransi Jiwasraya dituntut berdasarkan dakwaan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sumber: BeritaSatu.com