Jakarta, Beritasatu.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan, penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) Reguler pada tahun anggaran 2021 mengalami perubahan. Penyaluran dana BOS Reguler akan berbeda antara kabupaten/kota sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing.
Untuk sekolah yang berada di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) dan yang jumlah siswanya sedikit akan mengalami peningkatan dana BOS. Pasalnya, penghitungan penyaluran dana BOS Reguler bukan hanya dilakukan berdasarkan jumlah siswa, tetapi juga menggunakan dua variabel. Kedua variabel itu adalah indeks kemahalan konstruksi (IKK) dari Badan Pusat Statistik (BPS) untuk setiap kabupaten dan indeks besaran peserta didik (IPD), yaitu indeks jumlah peserta didik per sekolah di suatu daerah.
“Dengan begitu, semua sekolah dengan kondisinya masing-masing tidak disamakan. Sekolah yang membutuhkan bantuan harus menerima uang lebih. Ini kabar gembira untuk sekolah di daerah terluar tertinggal dan terdepan yang jumlah muridnya sedikit,” kata Nadiem pada Rapat Kerja bersama Komisi X DPR di Gedung Nusantara II, MPR/DPR, Jakarta, Rabu (23/9/2020).
Nadiem menambahkan, untuk peningkatan anggaran untuk BOS Reguler ini, pihaknya melakukan realokasi anggaran sekitar Rp 2,5 triliun dari anggaran dana BOS Afirmasi dan BOS Kinerja untuk membantu sekolah di daerah 3T yang pada umumnya memiliki murid jauh lebih sedikit daripada sekolah di Pulau Jawa.
Untuk tahun depan, Nadiem menyebutkan, telah menetapkan kabupaten/kota yang mengalami kenaikan dana BOS. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) 2020, kenaikan dana BOS ini akan dialami oleh jenjang Sekolah Dasar (SD) di 377 kabupaten, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di 381 kabupaten, Sekolah Menengah Atas (SMA) di 386 kabupaten, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di 387 kabupaten, dan Sekolah Luar Biasa (SLB) di 390 kabupaten.
“Jadi begitu banyak kabupaten yang selama ini mungkin tidak dilihat kondisi khususnya dan tidak ada perhitungan BOS yang afirmatif. Nah itu sekarang kita koreksi,” ucapnya.
Pada kesempatan sama, Nadiem memaparkan pertimbangan perubahan kebijakan. Menurut Nadiem, selama ini penyaluran dana BOS Reguler per satuan pendidikan dilakukan berdasarkan variabel IPD atau hanya melihat berdasarkan jumlah murid yang ada di suatu sekolah dan terlihat adil. Ternyata pada kenyataan di lapangan yang terjadi adalah sekolah-sekolah yang muridnya sedikit tentu mengalami kerugian. Pasalnya, dana BOS yang mereka terima tidak cukup untuk mengelola sekolah.
“Jadi kalau pagunya hanya menghitung pada jumlah anak yang ada di sekolah, itu akan merugikan sekolah-sekolah di daerah yang tidak mampu dan sekolah-sekolah yang punya murid lebih sedikit,” ucap Nadiem.
Sementara bagi sekolah-sekolah yang memiliki jumlah muridnya lebih besar, maka mereka bisa menikmati ekonomi off skill. Artinya, mereka dapat membangun fasilitas sekolah yang lebih baik. Selain itu, fasilitas yang dimiliki sekolah tersebut bisa digunakan secara bersama dengan antara SD, SMP, dan SMA apabila berada di lingkungan yang sama.
“Jadi sekolah besar secara finansial mempunyai suatu keunggulan strategis. Dengan kalkulasi BOS kalau dihitung per anak saja mereka mendapat lebih banyak keuntungan,” ucapnya.
Sumber: BeritaSatu.com