Jakarta, Beritasatu.com - Sehubungan dengan peringatan Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 2020, bangsa Indonesia harus bersyukur karena memiliki dasar negara Pancasila. Sebab, nilai-nilai Pancasila itu bersifat universal. Sehingga, pada dimensi tatanan global, Pancasila sesungguhnya dapat diandalkan.
Demikian dikatakan Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) RES Fobia kepada Beritasatu.com di Jakarta, Kamis (1/10/2020).
Dikatakan, idealitas tata nilai dan peran strategis Pancasila, bahkan di tengah keprihatinan internasional karena Covid-19, harus terus dikerjakan sebagai bagian dari panggilan dan tanggung jawab internasional Indonesia. Hal tersebut dapat disampaikan seperti berikut.
Pertama, nilai ketuhanan. Dunia sedang mengalami keprihatinan dan kepanikan. Pada situasi ini spiritualitas yang disadari dan diakui dalam Pancasila dapat menjadi penyemangat. Deret makna peradaban dalam bentuk kesadaran kolektif akan perdamaian global, menjadi sangat tergantung pada sikap umat manusia dalam penghormatan dan pemuliaan kepada Sang Maha Kuasa.
Misalnya, umat manusia perlu terpanggil untuk saling mendoakan. "Doa kan tidak dibatasi oleh peta kewilayahan nasional dari negara-negara. Kita bersyukur bahwa Pancasila ikut mengingatkan seluruh bumi tentang kemahakuasaan Tuhan,” tutur pengamat hukum dan kebijakan publik UKSW tersebut
Ia menjelaskan, spiritualitas dalam Pancasila juga dapat membimbing perilaku strategis. Misalnya ketika Indonesia hendak menyerukan pengendalian diri pada ketegangan di Laut China Selatan, atau pada urusan perebutan kekuasaan wilayah antara Armenia vs Azerbaijan.
Kedua, nilai kemanusiaan. Di samping Covid-19, dunia saat ini sedang diperhadapkan pada krisis kemanusiaan lanjutan yang datang dari resesi ekonomi global yang menyebabkan kemiskinan dan kelaparan.
Dalam kondisi seperti ini, tuturnya, Indonesia tetap harus dapat berbagi pengalaman dalam mengentaskan orang miskin, serta memenuhi secara berperikemanusiaan kebutuhan-kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
"Tak bisa disangkal, sikap yang demikian senyatanya mengalir dari basis kesadaran nilai kemanusiaan dalam Pancasila, apalagi realitas kemasyarakatan Indonesia senyatanya pluralistik," tandas alumnus Fakultas Hukum UNS dan Graduate School of Policy Studies – Kwansei Gakuin University – Japan ini.
Ketiga, nilai persatuan. Indonesia yang beragam tak mudah dikelola. Akan tetapi, fakta tentang soliditas dan solidaritas yang sejauh ini bisa ditunjukkan ke dunia, memastikan bahwa dalam urusan tata laksana kebersatuan, Indonesia cukup teruji.
RES Fobia yang juga seorang advokat ini mengatakan, Pancasila memandu kebersatuan itu. Karena itu, masyarakat internasional perlu diberitahu tentang jalinan persaudaraan yang tak hanya simbolik, tapi juga sedang terus dikerjakan tanpa kecuali, di seantero negeri "zamrut khatulistiwa" ini.
Keempat, nilai kerakyatan. Karakter demokrasi Indonesia yang berbasis kekeluargaan dan kegotongroyongan, sesungguhnya masih ada. Hal ini dapat menyumbang untuk produktivitas kerja sama dalam hubungan antara pemerintah negara-negara dengan rakyat mereka.
"Perlu diperhatkan bahwa masih banyak daerah tertinggal. Pada keadaan faktual dan kategori resmi sebagai daerah tertinggal, ditambah dengan situasi umum kemasyarakatan di mana masing-masing orang dan kelompok merasa sangat berarti secara politik, maka problem terberat adalah koordinasi. Nah, di sinilah perlu pendidikan politik," papar Mitra Kerja Indeks Demokrasi Indonesia ini.
Ia menjelakan, para kandidat kepala daerah dalam Pilkada serentak 9 Desember 2020 mendatang, hendaknya menyadari betul dan memperlihatkan kedewasaan perilaku politik dalam dua hal yakni keteladanan menerapkan protokol kesehatan dan pemenuhan kebutuhan rakyat yang sedang berjuang keras untuk bertahan hidup.
"Kedua hal ini akan sekaligus menorehkan contoh kehidupan demokrasi substansial kepada negara lain. Di samping itu, masyarakat Indonesia dan global dapat melangkahkan semangat berjuang dan memaknai kehidupan produktif, karena terujinya konstruksi titian resolutif bernama Pilkada," ujarnya.
Kelima, nilai keadilan sosial. Isu keadilan sosial ada pada semua negara. Tetapi, tidak semua negara menjadikan nilai ini sebagai bagian integral dari dasar negara mereka. Indonesia perlu bersyukur bahwa para pendiri negara ini meletakkan pandangan tentang keadilan sosial.
"Dalam prinsip keimanan Kristiani misalnya, keadilan sosial ini hanya akan bergerak baik berdasarkan serta melalui kasih dan kerja yang bertanggung jawab. Keadilan sosial datang dari prinsip dan kerja aktif seperti itu. Dalam pergaulan dengan teman-teman dari keyakinan lain pun, kisah seperti ini ada dan hidup. Jadi, Pancasila dalam keindonesiaan kita yang beragam, juga menggambarkan suasana mengagumkan sebagai taman raya peradaban hidup yang dibutuhkan dunia," tandas RES Fobia.
Sumber: BeritaSatu.com