Jakarta, Beritasatu.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku belum menerima salinan putusan peninjauan kembali (PK) dari Mahkamah Agung (MA) yang mengurangi hukuman terpidana korupsi.
Merespons hal ini, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah menyatakan pihaknya menyadari adanya harapan masyarakat agar salinan putusan cepat dirampungkan dan dikirim kepada pihak terkait, termasuk KPK. Namun, MA belum sepenuhnya bisa memenuhi harapan tersebut karena tidak boleh ada kesalahan mengetik dalam proses minutiae atau pemberkasan perkara yang sudah diputus.
"Mahkamah Agung tetap berusaha memenuhi harapan masyarakat agar putusan itu cepat dan cermat. Proses minutiae membutuhkan ketepatan, ketelitian, dan kehati-hatian. Koreksi redaksi putusan membutuhkan kejelian yang luar biasa. Proses koreksi majelis hakim pemeriksa perkara membutuhkan waktu yang cukup dan suasana yang tenang," kata Abdullah saat dikonfirmasi, Kamis (1/10/2020).
Sejak 2019 hingga saat ini, terdapat 23 terpidana korupsi yang hukumannya dikurangi MA melalui putusan PK. Terakhir, MA mengabulkan PK yang diajukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Dalam amar putusannya, majelis PK MA menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara terhadap terpidana kasus korupsi pembangunan Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang dan tindak pidana pencucian uang tersebut. Dengan demikian, hukuman Anas berkurang enam tahun dibanding putusan kasasi yang menghukumnya 14 tahun penjara.
Sebelumnya, KPK mengaku belum menerima salinan putusan 23 koruptor yang hukumannya "disunat" MA melalui putusan PK.
"Hingga saat ini KPK belum menerima salinan putusan lengkap secara resmi dari MA terkait putusan majelis PK atas perkara yang mendapatkan pengurangan hukuman," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (30/9/2020).
Untuk itu, KPK berharap MA dapat segera mengirimkan salinan putusan lengkap. Dengan demikian lembaga antikorupsi dapat mempelajari lebih lanjut pertimbangan hakim dalam memutus pengajuan PK.
KPK menyatakan, selain 23 koruptor yang telah dikurangi hukumannya, saat ini setidaknya terdapat lebih dari 35 koruptor yang perkaranya ditangani KPK sedang mengajukan PK ke MA.
"Fenomena ini seharusnya dapat dibaca bahwa sekalipun PK adalah hak terpidana, tetapi dengan banyaknya permohonan PK perkara yang misalnya baru saja selesai eksekusi pada putusan tingkat pertama jangan sampai dijadikan modus baru para napi koruptor dalam upaya mengurangi hukumannya," katanya.
Sumber: BeritaSatu.com