Jakarta, Beritasatu.com - Aksi unjuk rasa terhadap pengesahan UU Cipta Kerja dan berujung pada aksi-aksi anarki dinilai sebagai bentuk pelanggaran hukum dan mencederai penghargaan terhadap sistem demokrasi yang telah dibangun di Indonesia. Aspirasi ketidakpuasan terhadap pengesahan itu telah disediakan melalui sarana hukum berupa uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Aspirasi ketidakpuasan telah disediakan sarana hukum melalui uji materi terhadap UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi, bukan melalui demonstrasi anarkistis dan vandalistis," ujar pakar hukumm pidana Indriyanto Seno Adji di Jakarta, Jumat (9/10/2020).
Indriyanto mengatakan, bila ada ketidakpuasan atas keabsahan substansi UU Cipta Kerja, baik atas kelebihan dan kekurangan UU tersebut, sebagai warga di negara hukum, sudah sewajarnya semua pihak tunduk dan taat kepada proses hukum atas legitimasi UU tersebut. Kalau pun aspirasi ketidakpuasan itu disalurkan melalui aksi demonstrasi, maka seharusnya dilakukan sesuai regulasi dan tertib hukum. Faktanya, kata Indriyanto, aksi unjuk rasa yang terjadi kemarin telah menyimpang dari aturan perundang-undangan.
Apa pun alasannya, ujar pengajar bidang studi ilmu hukum Universitas Indonesia (UI) itu, formulasi demonstrasi yang anarkistis dan vandalistis jelas melanggar hukum dan mencoreng sistem demokrasi Indonesia. Untuk itu, kata dia, negara tetap harus menindak tegas secara hukum kepada pelaku anarkistis maupun pihak yang menunggangi sebagai aktor intelektual.
"Unjuk rasa terkait pengesahan UU Cipta Kerja ini telah ditunggangi kepentingan-kepentingan politik dengan memanfaatkan aspirasi masyarakat yang berakhir anarkistis. Apalagi, demo dilakukan melalui penyebaran hoax yang sengaja dilakukan untuk menciptatakan diskomunikasi dan disinformasi, sehingga menimbulkan distabilitas politik dan keamanan negara," tuturnya.
Indriyanto juga menyebutkan, proses pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU melalui Sidang Paripurna DPR memiliki legitimasi dan sesuai dengan pemaknaan due process of law. Semua tahapan pembahasan RUU, kata dia, sudah melalui mekanisme dan proses legislatif dengan menghadirkan serta mendengarkan masukan-masukan dari berbagai pemangku kepentingan.
Sumber: BeritaSatu.com