Jakarta, Beritasatu.com - Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebagian besar sungai di Pulau Jawa kondisinya kritis dan sangat kritis. Dibutuhkan kepedulian yang tinggi dari semua pihak, termasuk dunia usaha dengan tidak membuang limbah tanpa diawali proses pengolahan ke sungai.
"Kita prihatin sungai menjadi tempat pembuangan sampah raksasa. Padahal air sungai yang ada di semua kota besar di Pulau Jawa dimanfaatkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)," ucap Kepala Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang juga Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Doni Monardo, dalam dialog virtual saat mengunjungi 0 kilometer Ciliwung di Telaga Saat, Cisarua, Bogor, Selasa (20/10/2020).
Sangat disayangkan ketika PDAM harus mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk memproses air sehingga air layak dikonsumsi, tetapi air yang diproduksi tidak layak minum.
Jika dihitung, kata Doni, jika ada 150 juta penduduk atau paling tidak setengahnya menghabiskan Rp 1.000 per hari untuk membeli air bersih, artinya ada sekitar Rp 150 miliar yang dikeluarkan untuk mendapatkan air bersih.
"Atau pun ketika setengahnya saja maka kita telah begitu banyak memboroskan biaya untuk air bersih," imbuhnya.
Doni mengingatkan, jika masyarakat bisa menjadi ekosistem sungai, air sungai akan berkualitas, bersih, dan bisa memenuhi salah satu kebutuhan dasar masyarakat. Terjaganya sungai dan lingkungan menjadi bekal yang berharga buat generasi yang akan datang.
Selain sungai yang kritis, ia juga menyayangkan kondisi mata air yang mulai punah. Saat menjadi Panglima Kodam Siliwangi, ia mendapat laporan di cekungan Bandung terjadi penurunan jumlah mata air sampai dengan 50% dari tahun 2000 sampai 2015.
Hal ini menunjukkan terjadinya perusakan yang luar biasa sehingga sumber mata air hilang dan punah.
"Jangan sampai kelak di kemudian hari kita yang hidup hari ini bukan lagi mendapatkan mata air tetapi air mata. Ini harus kita hindari," imbuhnya.
Baginya, sungai merupakan bagian dari peradaban. Kerajaan di wilayah nusantara juga menggunakan nama sungai sebagai nama kerajaan, seperti kerajaan Tarumanegara yang diambil dari nama Citarum.
Sebagai umat beragama dan insan Pancasila, masyarakat harus menjaga keseimbangan hidup antara beribadah dan menjaga alam dan hubungan antar manusia. Menjaga alam seperti menjaga sungai bisa memberi manfaat ganda. Selain mencegah bencana bisa menjadi sumber ekonomi baru masyarakat dengan hadirnya objek pariwisata berbasis sungai.
Bupati Kabupaten Bogor Ade Yasin yang menemani Doni mengunjugi Telaga Saat menyebut, wilayah Kabupaten Bogor merupakan daerah rawan longsor seperti Bogor barat, timur dan selatan. Untuk itu perlu ada penjagaan kawasan hulu sebagai bentuk mitigasi bencana.
"Jadi mitigasi ini tidak hanya mengandalkan BPBD atau pun lembaga yang resmi tapi masyarakat juga diminta turun tangan dalam mitigasi," paparnya.
Masyarakat diminta tidak mudah mengalih fungsikan hutan menjadi kebun yang merusak dan menebang pohon. Kerja sama perhutanan sosial dibuat agar masyarakat bisa menjaga hutan.
Pemeliharaan sungai di titik nol dilakukan. Bahkan sungai Cikeas dan Cileungsi, airnya dimanfaatkan PDAM.
"Ketika ada yang membuang limbah ke sungai kita tertibkan dan tindak tegas," kata Ade.
Menurutnya, bencana hadir karena kelalaian manusia dan beban alam yang semakin berat. Menjaga alam merupakan bentuk kesadaran untuk menjaga masa depan.
Sumber: Suara Pembaruan