Bandung, Beritasatu.com - Juru bicara tim uji klinis fase tiga dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Rodman Tarigan menyatakan, pihaknya sudah mendapatkan 530 sampel darah relawan vaksin Covid-19 produksi Sinovac Biotech. Tim peneliti memeriksa sampel darah itu guna mengetahui kemanjuran dari vaksin tersebut.
“Total relawan yang sudah masuk tahap V3 sebanyak 832 orang,” kata Ridman lewat pesan singkatnya, Rabu (21/10/2020).
Total relawan yang terjaring untuk mengikuti proses uji klinis pada enam pusat penelitian di Kota Bandung ini mencapai 1.816 orang. Namun yang lolos pemeriksaan awal dan bisa melanjutkan tahapan berikutnya hanya 1.732 orang.
Setiap relawan harus minimal lima kali mendatangi pusat penelitian selama proses uji klinis yang dijadwalkan berakhir pada Maret 2021 mendatang. Pada tahapan pertama atau V0, relawan akan menjalani swab test untuk pemeriksaan Covid-19 dengan metode polymerase chain reaction (PCR).
Jika tidak terpapar, relawan diminta datang ke tempat yang sama buat mengikuti penyuntikan pertama atau tahapan V1. Dua pekan berikutnya, mereka masuk tahap V2 atau penyuntikan kedua. Dengan rentang waktu yang sama, relawan bakal masuk tahap V3 atau pengambilan darah pertamanya untuk mengecek kemanjuran dari vaksin tersebut.
Proses pengambilan darah kedua kalinya diagendakan dalam rentang enam bulan pasca penyuntikan keduanya.
Hingga 21 Oktober 2020, Rodman memaparkan, total relawan yang sudah masuk tahap V1 sebanyak 1.620 orang atau sesuai dengan kebutuhan uji klinis. “Yang masuk V2 sebanyak 1.299 orang,” imbuh Rodman.
Tim peneliti menjadwalkan uji klinis ini bakal berakhir pada Maret 2021 mendatang. “Januari 2021 akan kita buat laporan dari yang 540 (sampel darah relawan) itu dan diserahkan ke Biofarma,” tambah Ketua Tim Uji Klinis dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Kusnandi Rusmil..
Sinovac Biotech menunjuk PT Biofarma sebagai mitranya untuk memproduksi vaksin tersebut di Indonesia. Biofarma menunjuk Fakultas Kedokteran Unpad yang sudah bermitra dengannya dalam penelitian vaksin selama tiga dekade terakhir untuk uji klinis fase tiga di Kota Bandung.
Uji klinis fase satu dan dua berlangsung di Tiongkok. Kusnandi menjelaskan, hasil uji klinis menggunakan inactivated vaccine atau vaksin yang dimatikan di Tiongkok itu sebagai pegangannya menjalankan fase selanjutnya.
Keunggulangan pengembangan vaksin dengan metode ini adalah minimnya risiko tertular akibat penyuntikan. Dampaknya, penyuntikan vaksin harus dilakukan dua kali agar muncul antibody di tubuh penerimanya.
“Itu juga sudah jadi acuan di WHO, jadi kami lihat ke WHO yang mengeluarkan laporan dari Tiongkok,” terang Kusnandi.
Kusnandi berharap hasil uji klinis ini bisa mendapatkan efektivitas vaksin di atas 80%. Hal ini berkaitan dengan mutasi atau perubahan virus sejak awal ditemukan di Wuhan, Tiongkok pada awal 2020 lalu.
Pengembangan vaksin oleh Sinovac yang berlangsung kurang dari satu tahun seharusnya bisa mengatasi virus tersebut. Indikatornya adalah efektivitas vaksin. “Makin sedikit perubahannya, (masa pakai vaksin) bisa makin panjang,” terang Kusnandi.
Selain menanti hasil uji klinis di Bandung, pemerintah juga mengupayakan pengembangan Vaksin Merah Putih yang dilakukan Lembaga Biologi dan Molekuler Eijkman serta mendatangkan vaksin dari luar negeri.
Hingga saat ini, Indonesia sudah mendapatkan komitmen dari empat kandidat vaksin, masing-masing produk Astrazaneca, Sinovac, Cansino dan Sinopharm dalam pembelian vaksin luar negeri.
“Setelah vaksin-vaksin itu disetujui WHO, maka vaksin itu akan diproduksi dan tiba di Indonesia secara bertahap,” jelas Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 dr Reisa Brotoasmoro sebagaimana disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Senin (19/10/2020). Pemerintah juga menggandeng lembaga internasional yaitu CEPI dan Gavi Alliance untuk mendapat akses vaksin dalam kerangka kerja sama multilateral.
Sumber: BeritaSatu.com