Jakarta, Beritasatu.com - Kementerian Kesehatan (Kemkes) telah membayarkan Rp 2,8 triliun lebih untuk insentif tenaga kesehatan (nakes) pusat yang menangani Covid-19. Nakes yang menerima insentif sebanyak 473.158 orang yang berasal dari RS vertikal Kemkes, RS BUMN, RS TNI/Polri, kantor kesehatan pelabuhan, balai laboratorium pemeriksaan Covid-19, dan relawan di RS darurat Covid-19.
“Untuk nakes di pusat kita sudah mengeluarkan Rp 2,8 triliun lebih kepada RS pusat, KKP, lab, dan relawan termasuk peserta program pendidikan dokter spesialis atau PPDS,” kata Oscar pada temu media secara virtual tentang kinerja tim Task Force Kemkes, Rabu (21/10/2020).
Oscar juga mengatakan, pihaknya hanya membayarkan insentif untuk nakes yang melayani di fasilitas kesehatan di pusat. Sedangkan untuk insentif nakes di faskes daerah tidak lagi dikelola oleh Kemkes, melainkan langsung dibawah Dinas Kesehatan setempat. Dengan Peraturan Menteri Kesehatan yang baru, daerah tidak lagi kesulitan melakukan verifikasi dan validasi. Proses pembayarannya tidak lagi dilakukan oleh pusat, karena dilakukan melalui skema dana biaya operasional kesehatan (BOK) yang diberikan kepada tiap-tiap daerah.
Di kesempatan yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur, Herlin Ferliana mengatakan, untuk pembayaran insentif nakes di Jawa Timur sejauh ini tidak menemui kendala berarti. Karena semua proses pembayaran sudah dilakukan di daerah, sehingga relatif lebih cepat. Dinkes provinsi hanya memfasilitasi nakes di RS milik pemerintah provinsi, sehingga lebih mudah berkoordinasi baik dengan RS maupun dinkes.
“Jadi kita tidak terlalu banyak bebannya karena hanya RS milik provinsi yang kita fasilitasi,” kata Herlin.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum DPP Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia, dr Mahesa Paranadipa Maikel, mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah perbaikan yang dilakukan Kemkes dalam pemberian insentif nakes. Selain proses pembayaran lebih lancar tiap bulannya, juga karena nakes lain di luar dokter dan perawat juga bisa dapat insentif asalkan ada penetapan zonasi oleh pimpinan faskes.
Namun ia berharap masih ada perbaikan lagi mengingat situasi di lapangan saat ini di mana semua nakes berpotensi tertular. Diharapkan ada mekanisme insentif untuk nakes di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), seperti puskesmas, klinik pratama, dan dokter praktik perorangan. Ia mengatakan, FKTP memang bukan RS rujukan Covid-19, tetapi potensi untuk menangani pasien Covid-19 juga besar.
“Tidak hanya di Puskesmas, tetapi juga klinik-klinik di mana bisa jadi saat pasien berobat dokternya melihat gejalanya mengarah ke Covid-19. Meski dia tidak merawat, tapi sudah ada interaksi,” kata Mahesa yang juga Wakil Ketua Majelis Pengembangan Profesi Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia.
Menurut Mahesa, nakes di FKTP berisiko tertular karena ada interaksi dengan pasien. Kecuali sejak awal pemerintah sudah menentukan bahwa pasien suspek atau positif langsung mengunjungi RS rujukan atau sejumlah puskesmas yang ditunjuk. Faktanya saat ini ssemua pasien suspek maupun positif tanpa gejala atau bergejala ringan pun bisa datang berobat ke semua FKTP.
“Pemerintah harusnya menyadari bahwa nakes ini juga berisiko, dan insentif itu sebagai salah satu penghargaan kepada mereka,” kata Mahesa.
Sumber: BeritaSatu.com