Jakarta, Beritasatu.com - Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat menegaskan, harta kekayaan yang dimilikinya saat ini tidak mencapai Rp 10 triliun. Untuk itu, Heru membantah tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menyebutkan dirinya menikmati aliran dana hingga Rp 10 triliun terkait dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Dalam tuntutannya, jaksa juga menuntut Heru Hidayat mengganti dana tersebut.
“Zaman sudah maju dan terbuka ini, dapat ditelesuri apakah saya memiliki harta sampai sebesar Rp 10 triliun. Lalu darimana dapat dikatakan saya memperoleh dan menikmati uang Rp 10 triliun lebih?," kata Heru saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/10/2020).
Heru menyebut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sendiri mengatakan perhitungan kerugian keuangan negara terkait kasus Jiwasraya diperoleh dari selisih uang yang dikeluarkan Jiwasraya dengan nilai dari saham dan reksadana per tanggal 31 Desember 2019.
Di sisi lain, Heru menegaskan, dalam proses persidangan tak tampak adanya bukti atas tuduhan yang dialamatkan kepadanya terkait penerimaan dana lebih dari Rp 10 triliun. Sepanjang persidangan, kata Heru, tak satupun saksi baik dari Jiwasraya, para Manajer Investasi (MI), maupun broker, yang mengatakan pernah memberi uang sampai Rp 10 triliun kepadanya.
Bahkan, Heru mengklaim, ahli dari BPK yang dihadirkan dalam persidangan, juga mengatakan hanya menghitung uang yang keluar dari Jiwasraya, di mana uang tersebut keluar kepada MI dan digunakan untuk membeli saham. Tak ada pernyataan dalam persidangan yang menyatakan adanya uang dari Jiwasraya yang mengalir sampai ke Heru Hidayat.
“Kalau memang saya yang dituduhkan menikmati uang Jiwasraya tersebut, kenapa ada sebuah perusahaan Manajer Investasi terkenal dalam perkara ini yang telah mengembalikan/menitipkan uang ke Kejaksaan,” tegasnya.
Heru melanjutkan dalam persidangan berkali-kali ditunjukkan slide yang berisi detail transfer uang dari orang-orang yang katanya nominee Heru. Padahal, klaim Heru, dalam persidangan ini telah terungkap bahwa orang-orang tersebut bukan nominee Heru, melainkan Nominee dari Piter Rasiman.
"Lalu ada email yang katanya dari saya kepada Benny Tjokro, yang isinya meminta agar ditransfer uang ratusan miliar ke beberapa rekening atas nama orang lain," katanya.
Janggal
Heru menilai, janggal lantaran email itu dianggap sebagai bukti bahwa dirinya pernah menerima uang tersebut. Padahal, kata Heru selama persidangan tidak ada saksi, termasuk dirinya atau Benny yang membenarkan isi email tersebut.
"Bahkan tidak ada respons dan jawaban atas email tersebut. Selain itu, tidak sekalipun ditunjukkan adanya bukti transfer atas email tersebut dalam persidangan ini. Lalu dalam tuntutan email tersebut dijadikan bukti bahwa saya menerima uang ratusan miliar dari Benny. Bukankah jika orang dituduh menerima transfer dapat dan harus dibuktikan dengan slip transfer atau rekening korannya? Sekali lagi mohon Yang Mulia memaafkan keawaman saya ini,” ungkap Heru.
Heru juga membantah jaksa yang menyebutkan dirinya telah memberikan uang atau memperkaya pihak-pihak lain. Ditegaskan, orang-orang yang disebut tersebut telah membantahnya.
"Bahkan mengatakan sebaliknya dan tidak ada bukti pemberian dari saya. Lagi-lagi daya teringat pedomannya, bicara hukum itu bicara bukti. Jika tidak ada buktinya berarti tidak terbukti," kata Heru.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman pidana seumur hidup dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan terhadap Heru Hidayat dan Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro.
Selain itu, Jaksa juga menuntut agar hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap keduanya berupa kewajiban membayar uang pengganti. Jaksa menuntut Benny membayar uang pengganti sebesar Rp 6 triliun dan Heru dituntut membayar Rp 10,7 triliun.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor telah membacakan putusan terhadap empat terdakwa lainnya perkara ini, yaitu mantan Dirut PT Jiwasraya Hendrismam Rahim; mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo; mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan; dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto. Majelis Hakim menjatuhkan hukuman seumur hidup terhadap keempat terdakwa tersebut. Majelis Hakim menyatakan keempat terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sehingga merugikan negara hingga Rp 16,8 triliun.
Sumber: BeritaSatu.com