Jakarta, Beritasatu.com - Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra, meyakini persoalan Papua dan Papua Barat tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan militer. Pendekatan militer dinilai hanya akan mereproduksi kekerasan demi kekerasan.
"Pendekatan militer, pendekatan operasi militer itu tidak akan menyelesaikan masalah di Papua dan Papua Barat," kata Azyumardi dalam webinar '92 Tahun Sumpah Pemuda: Mengatasi Bahaya Laten' yang digelar Beritasatu Media Holdings, Selasa (27/10/2020).
Cendekiawan muslim ini meminta pemerintah untuk menyelesaikan persoalan Papua secara komprehensif dengan melibatkan masyarakat Papua dan Papua Barat. Azyumardi mengaku sejumlah dialog terkait persoalan Papua yang dihadirinya jarang atau bahkan kerap tidak dihadiri oleh perwakilan pemerintah.
"Itu yang mereka keluhkan dan belum ada inisiatif dari pihak pemerintah dalam dialog itu. Tidak ada. Wakil pemerintah itu tidak ada misalnya menteri atau pejabat tinggi lain itu tidak ada," katanya.
Menurutnya, pemerintah hingga saat ini belum bersikap mengenai kelanjutan otonomi khusus (otsus) dan dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat. Dikatakan, otonomi khusus belum tentu menyelesaikan masalah Papua jika tanpa dialog yang lebih intensif. Pemerintah, katanya bisa menunjuk utusan yang secara khusus menangani persoalan Papua secara tuntas dan diterima oleh masyarakat Papua.
"Mungkin pemerintah menunjuk atau mengangkat utusan untuk penyelesaian masalah Papua ini yang diterima oleh orang Papua ya kan misalnya apa misalnya kan pak Jusuf Kalla," katanya.
Persoalan Papua yang terus berlarut tanpa penyelesaian yang komprehensif dikhawatirkan akan menjadi bahaya laten bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apalagi, saat ini beredar potongan video di media sosial berisi pernyataan seorang tokoh Papua yang menyebut dirinya sebagai Presiden Negara Federal Papua Barat. Jika tidak ditangani dengan baik melalui dialog yang intens dan melibatkan masyarakat Papua, Azyumardi khawatir persoalan tersebut akan merembet ke daerah lain yang memiliki bibit-bibit separatisme.
"Itu bisa mendorong apa daerah-daerah lain tertentu yang saya tidak perlu sebutkan yang memang punya bibit-bibit separatisme itu. Ada selain Papua itu ada jadi inilah yang harus diwaspadai," katanya.
Sumber: BeritaSatu.com