Jakarta, Beritasatu.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan membantu lembaga antikorupsi Inggris atau Serious Fraud Office (SFO) yang sedang menyelidiki dugaan suap terkait kontrak penjualan pesawat antara produsen pesawat asal Kanada, Bombardier dengan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Kerja sama antara KPK dan SFO sudah terjalin dalam penanganan sejumlah kasus, termasuk kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia (Persero) periode 2004-2015 yang telah menjerat mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar dan mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda, Hadinoto Soedigno serta pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus Beneficial Owner Connaught International Pte.ltd Soetikno Soedarjo.
"Tentu kerja sama ini akan terus dilakukan. KPK juga akan membantu pihak SFO yang sedang melakukan penyelidikan terkait kasus Garuda ini," kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Sabtu (7/11/2020).
Ali mengatakan, dalam menangani kasus korupsi lintas negara, KPK sudah lama menjalin kerja sama dengan otoritas sejumlah negara baik secara agent to agent atau antarlembaga maupun melalui perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana atau Mutual Legal Assistance (MLA) antarnegara. Salah satunya, KPK bekerja sama dengan SFO dan lembaga antikorupsi Singapura atau Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) sejak awal penanganan kasus suap Garuda Indonesia yang menjerat Emirsyah Satar dan Hadinoto serta Soetikno.
Kerja sama ini dilakukan lantaran SFO saat itu sudah rampung menginvestigasi kasus suap yang dilakukan Rolls-Royce terhadap pejabat di sejumlah negara termasuk Indonesia. Investigasi ini membuat perusahaan manufaktur terutama mobil dan mesin pesawat asal Inggris itu membayar denda sebesar 497,25 juta euro atas perilaku korup yang mencakup tiga dekade, tujuh yurisdiksi dan tiga bisnis.
Tak hanya Rolls-Royce, SFO juga sudah menuntaskan investigasi dugaan pemberian suap yang dilakukan oleh Airbus kepada pejabat-pejabat yang ada di lima yurisdiksi, yakni Undonesia, Sri Lanka, Malaysia, Taiwan, dan Ghana pada kurun waktu 2011-2015. Investigasi itu membuat Airbus menyepakati Deferred Prosecution Agreement (DPA) atau penundanaan proses penuntutan dengan syarat Airbus bersedia bekerja sama penuh dengan penegak hukum dengan mengakui perbuatan, membayar denda, dan melakukan program reformasi dan tata kelola perusahaan. Dalam DPA disebutkan Airbus SE bersedia membayar denda sejumlah 991 juta Euro kepada Pemerintah Inggris sebagai bagian dari kesepakatan global sebesar 3,6 miliar Euro yang akan dibayarkan Airbus kepada Pemerintah Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat.
Informasi dan data dari SFO memperkuat penyidikan yang dilakukan KPK dalam menangani kasus korupsi Garuda hingga Emirsyah Satar dan Soetikno divonis bersalah atas perkara suap dan pencucian uang. "Sejak awal menangani perkara dugaan suap terkait dengan pengadaan mesin pesawat PT Garuda Indonesia, KPK telah bekerja sama dengan otoritas penegak hukum di beberapa negara terkait, di antaranya SFO Inggris dan CPIB Singapura. Satu diantaranya dengan pihak SFO dalam bentuk tukar menukar data dan informasi, utamanya saat KPK sedang menangani perkara suap yang melibatkan Direktur Utama Garuda Indonesia dan kawan-kawan tersebut," kata Ali.
Ali mengatakan, dari investigasi yang dilakukan SFO tak tertutup kemungkinan terbukanya kerja sama antara KPK dan otoritas sejumlah negara lain, seperti Kanada atau Amerika Serikat. Hal ini mengingat Bombardier merupakan produsen pesawat asal Kanada, sementara, Departemen Kehakiman Amerika Serikat atau United States Departement of Justice (DOJ) berwenang menangani tindak pidana yang menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat. "Dugaan pemberian suap yang dilakukan oleh Airbus SE kepada pejabat-pejabat yang ada di lima yurisdiksi, yaitu Indonesia, Sri Lanka, Malaysia, Taiwan, dan Ghana pada kurun waktu 2011-2015. Oleh karenanya sangat dimungkinkan kedua negara tersebut akan menjalin kerjasama dengan KPK mengingat selama ini otoritas negara lain juga sangat percaya dengan KPK," kata Ali.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta diketahui menjatuhkan hukuman 8 tahun pidana penjara dan denda Rp 2 miliar subsider 3 bulan kurungan terhadap Emirsyah karena terbukti menerima suap senilai Rp 49,3 miliar dan pencucian uang senilai sekitar Rp 87,464 miliar. Emirsyah selaku Dirut Garuda 2005-2014 juga dihukum membayar uang pengganti sebesar SGD 2.117.315. Sedangkan Soetikno divonis 6 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan atas kasus suap kepada Emirsyah dan pencucian uang.
Sumber: BeritaSatu.com