Jakarta, Beritasatu.com - Tim kuasa hukum Irjen Napoleon Bonaparte membantah dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut mantan Kepala Divisi (Kadiv) Hubungan internasional (Hubinter) Polri itu telah menerima suap untuk pengurusan penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar red notice Polri. Kuasa hukum menyebut perkara yang menjerat Napoleon merupakan rekayasa. Hal itu disampaikan tim kuasa hukum Napoleon saat membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/11/2020).
"Bahwa perkara pidana yang melibatkan klien kami, Irjen Napoleon Bonaparte dalam hal penerimaan uang sejumlah SGD 200.000 dan US$ 270.000 untuk pengurusan penghapusan red notice adalah merupakan rekayasa perkara palsu," kata salah seorang kuasa hukum Napoleon, Santrawan Paparang, saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/11/2020).
Santrawan menjelaskan kuitansi atau bukti penerimaan uang dari Tjandra kepada pengusaha Tommy Sumardi tidak mencantum maksud penerimaan uang tersebut. Untuk itu, Santrawan menyebut penyidik atau jaksa seharusnya tidak dapat menyimpulkan uang tersebut akan diserahkan Tommy untuk keperluan penghapusan red notice Tjandra. Dikatakan, bukti soal penerimaan uang terhadap kliennya tak kuat lantaran hanya berdasarkan kesaksian dari satu orang, yakni keterangan dari Tommy Sumardi.
"Bahwa tidak ada keterangan kesaksian yang termuat di dalam keseluruhan berita acara pemeriksaan (BAP) dari saksi Joko Soegiarto Tjandra yang menerangkan keterlibatan langsung maupun tidak langsung Irjen Napoleon Bonaparte terhadap penyerahan dan penerimaan uang sebagaimana kwitansi tanda terima," katanya.
Dikatakan, kuitansi penerimaan uang oleh Tommy Sumardi dari Joko Tjandra berturut-turut pada 27 April 2020 sebesar SGD 100.000, 28 April sebesar SGD 200.000, 29 April sebesar US$ 100.000, 4 Mei 2020 sebesar US$ 150.000, 12 Mei sebesar US$ 100.000, dan 22 Mei 2020 sebesar US$ 50.000. Namun, kuitansi itu tak mencantum tujuan penerimaan uang. "Maka seharusnya demi hukum di dalam kuitansi tanda terima uang wajib dicatat maksud penerimaan uang yang diterima Tommy Sumardi dari Djoko Tjandra akan dipergunakan untuk kepentingan apa," katanya.
Tim kuasa hukum juga menjelaskan uang US$ 20.000 yang dijadikan barang bukti oleh penuntut umum bukan dari Tommy Sumardi, melainkan dari istri Brigjen Prasetijo Utomo. Uang itu diperuntukkan sebagai barang bukti yang diminta Propam Polri disiapkan oleh Prasetijo. "Bahwasanya uang US$ 20.000 adalah uang milik sah dari istri Brigjen Prasetijo Utomo dalam bentuk mata uang rupiah di mana ketika itu Divisi Propam Polri meminta kepada Brigjen Prasetijo Utomo agar menyiapkan barang bukti uang US$ 20.000, dan mengingat karena ia Brigjen Prasetijo tak memiliki uang, maka Brigjen Prasetijo menulis sepotong surat kepada istrinya dengan meminta uang sejumlah USD 20 ribu," paparnya.
Untuk itu, Santrawan mengklaim uang US$ 20.000 yang dijadikan barang bukti untuk kasus kliennya cacat hukum. "Bahwa dengan demikian, keberadaan barang bukti uang US$ 20.000 yang oleh penyidik Tipikor Bareskrim Polri dijadikan barang bukti dalam berkas perkara klien kami terdakwa Irjen Napoleon adalah melawan hukum, cacat hukum, tidak sah berkekuatan hukum dan batal demi hukum dengan segala akibatnya," katanya.
Sumber: BeritaSatu.com