Jakarta, Beritasatu.com - Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung), Pinangki Sirna Malasari disebut sempat mengarahkan seorang saksi bernama Rahmat saat diperiksa oleh Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan (Jamwas) Kejagung.
Saat itu, Jamwas memeriksa Rahmat terkait pelesiran Pinangki beberapa kali ke luar negeri tanpa sepengetahuan atasan. Belakangan, Pinangki setidaknya tiga kali ke Malaysia untuk bertemu Djoko Tjandra yang ketika itu menjadi terpidana dan buronan Kejagung atas perkara korupsi cessie Bank Bali.
Adanya arahan yang dilakukan Pinangki diakui Rahmat yang dihadirkan sebagai saksi perkara dugaan suap, pencucian uang dan pemufakatan jahat dengan terdakwa Pinangki di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/11/2020). Rahmat menuturkan saat dirinya akan diperiksa Jamwas Kejagung pada akhir Juli 2020, Pinangki memintanya mengaku kepergian ke Malaysia untuk urusan bisnis.
"Saat itu Pinangki bilang, 'Rahmat akan diperiksa di Jamwas kalau bisa bilangnya kita adalah bisnis, kan memang ketemunya bisnis ya ke Malaysia'," kata Rahmat dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Pinangki meminta Rahmat menjelaskan kepada Jamwas bisnis yang dimaksudnya terkait Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan seorang pengusaha bernama Joe Chan yang diketahui belakangan merupakan nama lain dari Djoko Tjandra yang juga memiliki julukan 'Joker'. Padahal, Rahmat mengaku tidak mengerti mengenai bisnis PLTU.
"Pinangki bilang PLTU. Tapi tidak pernah bahas PLTU. Bilangnya ke Malaysia untuk bahas PLTU ke pengusaha dengan nama Joe Chan," katanya.
Rahmat mengaku sempat mengikuti arahan Pinangki. Hal ini lantaran Pinangki meyakinkannya jika persoalan tersebut telah dikondisikan. Apalagi, kata Rahmat, sejumlah kenalannya menyebut Pinangki memiliki banyak kenalan di Kejaksaan.
"Karena percaya, teman-teman saya bilang kenalannya bu Pinangki banyak di Kejaksaan, tapi saya tidak tahu atasan bu Pinangki siapa," katanya.
Namun, saat diperiksa Jamwas, Rahmat mengklaim telah menyampaikan yang sebenarnya.
"Setelah saya pikir, saya sebagai umat Islam tidak boleh berbohong maka saya berikan kesaksian yang sesungguhnya," katanya.
Rahmat mengaku mengenal Pinangki lantaran sempat mengikuti proses pengadaan CCTV dan micro robotic di Kejaksaan Agung pada 2019. Pada akhir Oktober 2019, Rahmat dihubungi Pinangki dan memintanya untuk diperkenalkan dengan Djoko Tjandra yang sedang buron dan berada di Malaysia.
Pada 12 November 2019, Rahmat bersama Pinangki dan pengacara Anita Kolopaking menemui Djoko Tjandra di kantornya di The Exchange 106, Kuala Lumpur Malaysia. Pertemuan itu untuk membahas upaya permintaan fatwa ke MA melalui Kejagung agar Djoko Tjandra tak dieksekusi pidana berdasarkan putusan Peninjauan Kembali MA pada 2009. Foto Rahmat bersama Pinangki, Anita Kolopaking dan DDjoko Tjandra sempat beredar di media sosial.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Pinangki Sirna Malasari telah menerima suap USD 500.000 dari USD1 juta yang dijanjikan oleh Djoko Soegiarto Tjandra. Suap itu diberikan kepada Pinangki melalui pengusaha Andi Irfan Jaya untuk mengurus permintaan fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung (Kejagung) agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK (Peninjauan Kembali) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi sehingga Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman pidana.
Setidaknya tiga kali Pinangki bertemu Djoko Tjandra di kantornya di The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia. Saat bertemu Djoko Tjandra pertama kali pada 12 November 2019, Pinangki memperkenalkan diri sebagai jaksa dan mampu mengurusi upaya hukum Djoko Tjandra.
Pada pertemuan 19 November 2019, Djoko Tjandra meminta Pinangki untuk mempersiapkan dan membuat action plan terlebih dahulu dan membuat surat kepada Kejaksaan Agung untuk mempertanyakan status hukum Djoko Tjandra. Menanggapi hal ini, Pinangki menyanggupi dan akan menindaklanjuti surat tersebut.
Pertemuan itu pun membahas mengenai biaya yang harus dikeluarkan Djoko Tjandra untuk mengurus permintaan fatwa MA. Pada saat itu, Pinangki secara lisan menyampaikan akan mengajukan proposal berupa action plan yang isinya menawarkan rencana tindakan dan biaya untuk mengurus fatwa MA melalui Kejaksaan Agung tersebut sebesar USD 100 juta.
Namun, pada saat itu Djoko Soegiarto Tjandra hanya menyetujui dan menjanjikan USD 10 juta yang akan dimasukkan ke dalam action plan.
Action plan tersebut kemudian dibahas Pinangki, Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya dalam pertemuan di kantor Djoko Tjandra di The Exchange 106, Kuala Lumpur, Malaysia pada 25 November 2019. Andi Irfan Jaya disebut sebagai orang swasta yang akan bertransaksi dengan Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa lantaran Djoko Tjandra tidak bersedia bertransaksi dengan Pinangki yang berstatus sebagai penyelenggara negara. Pertemuan itu juga turut dihadiri oleh Anita Kolopaking.
Sebagai tanda jadi, Djoko Tjandra memberikan USD 500 ribu ke Pinangki melalui Herriyadi Angga Kusuma yang merupakan adik iparnya. Setelahnya Pinangki memberikan USD 50 ribu dari USD 500 ribu yang diterimanya ke Anita.
Namun, kesepakatan sebagaimana dalam action plan tersebut tidak ada satu pun yang terlaksana, padahal Djoko Soegiarto Tjandra sudah memberikan down payment kepada Pinangki melalui Andi Irfan Jaya sebesar USD 500.000. Djoko Soegiarto Tjandra pun membatalkan action plan pada bulan Desember 2019.
Meski action plan urung terlaksana, Pinangki telah menguasai USD 450.000 yang diterimanya dari Djoko Tjandra. Jaksa menduga Pinangki "mencuci" uang yang telah diterimanya tersebut.
Jaksa menyebut pada periode 2019-2020 Pinangki sempat akan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya yang berasal dari Djoko Tjandra dengan cara menukarkan uang USD 337.600 atau senilai Rp 4,7 miliar ke money changer. Pinangki juga meminta suaminya AKBP Napitupulu Yogi Yusuf menukarkan mata uang USD10.000 atau senilai Rp 147,1 juta lewat anak buahnya.
Kemudian, pada periode November 2019 hingga Juli 2020, uang tersebut dibelanjakan untuk kepentingan pribadi Pinangki. Dipaparkan Jaksa, Pinangki membelanjakan uang sejumlah Rp 1.753.836.050 atau Rp1,7 miliar untuk satu unit BMW X5 dengan plat nomor F 214. Pembayaran dilakukan dengan cara tunai dalam beberapa tahap. Selanjutnya Pinangki juga membayarkan sewa apartemen di Amerika Serikat pada Desember 2019 senilai RpRp 412,7 juta. Pembayaran itu dilakukan dengan cara setor tunai lewat dari rekening BCA milik Pinangki.
Kemudian, Pinangki membelanjakan uang haram itu untuk Pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat yang bernama dokter Adam R Kohler sebesar Rp 419,4 juta. Selanjutnya Pinangki juga membelanjakan uang haram itu untuk pembayaran dokter home care atas nama dr Olivia Santoso terkait perawatan kesehatan dan kecantikan serta rapid test sebesar Rp 176,8 juta.
Pinangki pun menggunakan uang itu untuk melakukan pembayaran kartu kredit di berbagai bank sejumlah Rp 467 juta, Rp 185 juta, Rp 483,5 juta, Rp 950 juta. Pembayaran itu dilakukan pada periode November 2019 hingga Juli 2020.
Pinangki juga tercatat melakukan pembayaran sewa apartemen The Pakubuwono Signature dari Februari 2020-Februari 2021 sebesar USD68.900 atau setara Rp940,2 juta. Terakhir, Pinangki menggunakan uang haram dari Djoko Tjandra untuk membayar Sewa Apartemen Darmawangsa Essence senilai USD38.400 atau setara Rp525,2 juta. Dengan demikian, jumlah keseluruhan uang yang digunakan oleh Pinangki sekitar USD 444.900 atau setara Rp 6.219.380.900.
Atas perbuatannya, Pinangki didakwa melanggar Pasal 5 ayat (2) Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Pinangki juga didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Untuk pemufakatan jahat, Pinangki didakwa melanggar Pasal 15 Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 88 KUHP.
Sumber: BeritaSatu.com