Jakarta, Beritasatu.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan anggota DPR dari Fraksi PPP, Irgan Chairul Mahfiz (ICM) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan dana alokasi khusus (DAK) APBNP 2017 dan APBN 2018 untuk Kabupaten Labuhanbatu Utara. Tim penyidik pun langsung menahan Irgan di Rutan Salemba Jakarta untuk 20 hari pertama. Irgan setidaknya bakal mendekam di sel hingga 30 November 2020.
"Untuk kepentingan penyidikan, tersangka ICM ditahan selama 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 11 November 2020 sampai dengan 30 November 2020 di Rutan Salemba Jakarta," kata Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar di Jakarta, Rabu (11/11/2020).
Penetapan status tersangka terhadap Irgan merupakan pengembangan dari perkara suap dana perimbangan daerah yang menjerat Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Ditjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan (Kemkeu) Yaya Purnomo, konsultan dan perantara suap Eka Kamaludin, pengusaha Ahmad Ghiast; anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Demokrat Amin Santono; serta anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PAN, Sukiman.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) Khairuddin Syah Sitorus dan mantan Wakil Bendahara Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Puji Suhartono sebagai tersangka.
"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke penyidikan pada 17 April 2020 dan menetapkan tersangka ICM selaku anggota DPR periode 2014-2019," kata Lili.
Irgan diduga menerima suap sebesar Rp 100 juta dari Bupati Labuhan Batuutara, Khairuddin Syah Sitorus. Uang itu diberikan lantaran Irgan memuluskan pembahasan DAK bidang kesehatan Labuhanbatu Utara sebesar Rp 49 miliar.
"Uang tersebut diduga terkait bantuan ICM untuk pengupayaan pembahasan di Kementerian Kesehatan atas DAK bidang kesehatan APBN tahun anggaran 2018 untuk Kabupaten Labuhanbatu Utara," kata Lili.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Irgan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 KUHP.
Sumber: BeritaSatu.com