Jakarta, Beritasatu.com - Guna mengurangi dampak pandemi Covid-19 terhadap kondisi ekonomi tenaga pendidik, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan menyalurkan bantuan subsidi upah (BSU) kepada 2 juta orang tenaga pendidik non PNS di seluruh Indonesia sebesar Rp 1,8 juta. BSU nantinya diberikan satu kali dengan anggaran mencapai Rp 3,66 triliun.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim berharap, BSU ini bisa membantu, mengurangi atau memitigasi dampak ekonomi dari pandemi Covid-19 terhadap para guru honorer yang telah bekerja dan memastikan anak-anak didik menerima pendidikan di masa yang sulit ini.
"Kabar gembira hari ini untuk pendidik dan tenaga pendidik non PNS fokusnya honorer. Berkat perjuangan Komisi X, Kemdikbud dan juga dukungan yang luar biasa dari Kementerian Keuangan, kita berhasil mendapatkan bantuan subsidi upah bagi para guru honorer dan juga tenaga kependidikan non PNS," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi X yang disiarkan virtual di Jakarta, Senin (16/11/2020).
Bantuan sebesar Rp 1,8 juta ini diberikan satu kali atau sekaligus. Dimana bantuan serupa dampak pandemi dari instansi lainnya sudah diberikan dua bulan yang lalu.
"Jadi semuanya ada bantuannya di semua sekolah dan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta," imbuhnya.
Sebanyak 2.034.732 orang penerima BSU terdiri dari 162.277 dosen pada perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta. Kemudian pada 1.634.832 guru dan pendidik pada satuan Pendidikan negeri dan swasta. Selain itu BSU juga diberikan kepada 237.623 tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium dan tenaga administrasi.
"Untuk memastikan bahwa guru honorer dan tenaga pendidik kita mendapatkan bantuan yang penuh dan adil kita memberikan sekaligus bantuan itu serentak kepada seluruh tenaga honorer, pendidik non PNS dan tenaga kependidikan," paparnya.
Lebih lanjut Nadiem mengungkapkan, sasaran BSU Kemdikbud ini adalah pendidik dan tenaga kependidikan yang berstatus non PNS yang meliputi dosen, guru, guru yang diberi tugas sebagai kepala sekolah, pendidik pendidikan anak usia dini, pendidik kesetaraan, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium dan tenaga administrasi di semua sekolah dan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta.
Menurutnya, dampak pandemi bukan hanya krisis kesehatan tapi juga krisis ekonomi. Para pendidik yang merupakan ujung tombak dari sistem pendidikan juga rentan terdampak krisis ekonomi dan patut dibantu pemerintah pusat.
Untuk persyaratan penerima BSU juga disederhanakan, belajar dari bantuan kuota belajar yang banyak memiliki persyaratan. Penyederhanaan ini bertujuan agar bantuan cepat dan tepat penyalurannya.
Persyaratan penerima BSU kata Nadiem antara lain harus warga negara Indonesia, tidak menerima subsidi atau bantuan subsidi dari Kementerian Tenaga Kerja agar tidak tumpang tindih dengan berbagai macam bantuan yang diberikan. Selanjutnya, berstatus bukan PNS dan tidak menerima salah satu bantuan semi bansos seperti kartu pra kerja sampai dengan tanggal 1 Oktober 2020.
"Karena itu jumlahnya malah bisa dibilang sama ya, jumlah bantuan sosial tunainya. Jadi kita tidak mau tumpang tindih dengan bansos dari Kementerian Tenaga Kerja ataupun juga yang semi bansos dari pra kerja," ungkapnya.
Persyaratan lainnya, memiliki penghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan.
Kuota PJJ
Sementara itu, pandemi juga membuat siswa menjalani pendidikan jarak jauh (PJJ). Hingga Oktober 2020 pemerintah sudah mendistribusikan bantuan kuota internet kepada 35,5 juta penerima yang terdiri dari 29,6 juta tepatnya 29.647.160 siswa, 1,9 juta guru (1.909.780), mahasiswa 3,8 juta (3.874.085) dan dosen 166.267 yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sekretaris Jenderal Kemdikbud Ainun Naim mengatakan, bantuan kuota internet mendapat respon positif dari siswa dan guru.
"Mereka senang mendapat bantuan kuota internet untuk menunjang belajar. Menurut guru, kuota ini sangat bermanfaat, orang tua jarang komplain dan semakin banyak peserta didik yang hadir secara virtual," ucapnya.
Namun penerapan PJJ dan hadirnya bantuan kuota ini juga masih menemui kendala di lapangan seperti sinyal internet yang tidak stabil, akses terbatas, jumlah kuota internet minim atau relatif kecil, masa aktif, pembagian tidak merata, tidak semua peserta didik miliki gawai, kurang fasilitasi dari kampus dan masalah sosialisasi.
"Untuk daerah yang tidak punya infrastruktur komunikasi yang baik, dikirim modul pembelajaran dalam bentuk buku, flashdisk dan DVD," imbuhnya.
Kementerian juga menyediakan modul dalam bentuk digital yang dapat diakses dinas pendidikan dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) untuk dicetak dan dibagikan ke peserta didik. Selain itu juga pencetakan buku braile untuk siswa yang membutuhkan.
Bahkan perguruan tinggi juga mempunyai program untuk membantu proses pembelajaran ini yaitu dengan mengirimkan atau melibatkan 10.000 mahasiswa mendampingi guru dan siswa untuk pembelajaran dari rumah.
Terkait PJJ, Nadiem saat berkunjung ke sejumlah daerah juga melihat masih ada kendala yang bervariasi, bergantung kondisi daerahnya.
Ia mencontohkan, di Gianyar, Bali koneksi internet baik. Tingkat ekonomi masyarakat pun relatif lebih baik. Begitu pula di Kota Palu. Namun kondisi berbeda di wilayah pesisir, pelosok dan gunung. Begitu pula Pulau Rote banyak yang tidak punya gawai padahal koneksi 3G nya baik.
Nantinya, Kemdikbud akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mendorong kepastian jaringan internet dalam program penyediaan gawai dan laptop tahun depan.
Sumber: BeritaSatu.com