Pangkalpinang, Beritasatu.com - Menurut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar, menjadikan desa sebagai pusat pembangunan bisa mempercepat pembangunan dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Hal tersebut disampaikan Mendes PDTT saat memberikan pidato pada Sidang Paripurna Istimewa DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) di Kantor DPRD Babel, Sabtu (21/11/2020). Kegiatan ini digelar dalam rangka memperingati Hari Jadi Provinsi Kepulauan Babel ke-20.
“Kenapa desa? Karena mayoritas wilayah pembangunan berada di perdesaan," kata Gus Menteri, sapaan akrabnya.
Dirinya menuturkan, saat ini terdapat 514 kabupaten/kota yang terdiri atas 74.953 desa dan 8.430 kelurahan. Sebanyak 12,06% kabupaten tergolong daerah tertinggal.
"Meskipun menduduki wilayah yang luas, namun konsumsi rumah tangga perdesaan Rp 1.711 triliun hanya berkontribusi 14% dari total konsumsi rumah tangga nasional, yang mencapai Rp 8.269 triliun," kata Gus Menteri.
Menurut Gus Menteri, implementasi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa merupakan komitmen bersama untuk mewujudkan pembangunan yang merata dan berkeadilan. Dana desa yang disalurkan ke rekening desa juga terus mengalami peningkatan.
Pada tahun 2015, pemerintah menyalurkan Rp 20,67 triliun dana desa. Angka ini kemudian meningkat menjadi Rp 46,98 triliun di tahun berikutnya. Kemudian di tahun 2017 dan 2018, masing-masing dana desa mencapai Rp 60 triliun. Dana desa di tahun 2019 sebesar Rp 70 triliun.
Di tahun 2020, lanjut Gus Menteri, telah dianggarkan sebesar Rp 71,19 triliun dan telah tersalur ke rekening desa sebesar Rp 61,64 triliun. Tahun depan, dana desa direncanakan sebesar Rp 72 triliun.
Gus Menteri menjelaskan, penggunaan dana desa tersebut telah membangun infrastruktur dasar dalam jumlah yang sangat besar dan masif, yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar dan membantu kegiatan ekonomi di desa. Dana desa juga membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa.
Hal ini ditunjukkan dari menurunnya indeks gini ratio pengukur ketimpangan perdesaan dari 0,34 di tahun 2014 menjadi 0,317 di Maret 2020.
Dana desa, lanjut Gus Menteri, juga membangun ketahanan desa dalam menghadapi krisis.
Persentase tingkat kemiskinan di desa pada Maret 2020 sebesar 12,82%, turun 0,03% persen dari Maret 2019 yang mencapai 12,85%. Sementara itu, tingkat kemiskinan di wilayah kota justru meningkat dari 6,69% menjadi 7,38 persen.
“Hadirin yang kami hormati, menyitir pernyataan Bung Hatta, 'Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tapi Indonesia akan bercahaya karena lilin-lilin di desa',” ucapnya.
Lebih lanjut, Gus Menteri menegaskan desa merupakan kunci kemajuan daerah dan penentu kemajuan sebuah bangsa. Tidak tepat jika pemerintah daerah mengesampingkan pembangunan desa dan menomorduakan warga desa.
Aktivitas pembangunan daerah, tambahnya, juga harus berdampak langsung pada desa dan berimplikasi pada peningkatan kualitas hidup warga desa.
“Mulai hari ini, saya mengajak kita semua untuk menjadikan desa sebagai arus utama dalam perencanaan pembangunan daerah. Kita curahkan energi yang ada untuk membantu akselerasi desa mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) Desa,” jelasnya.
Gus Menteri menilai SDGs Desa bisa mewujudkan pembangunan desa baik yang dilakukan oleh pemerintah desa, maupun intervensi yang dilakukan supra desa lebih terfokus dan sesuai dengan kondisi riil desa.
Tercapainya SDGs Desa juga akan berkontribusi 74% pada pencapaian SDGs Nasional. Sebab dari aspek kewilayahan, setidaknya 91% wilayah Indonesia merupakan pedesaan dan 11 SDGs berkaitan erat dengan kewilayahan desa. Dari aspek kependudukan, 43% penduduk Indonesia ada di desa dan ada 6 SDGs berkaitan erat dengan warga desa.
“Masa depan Indonesia bergantung pada masa depan desa-desa di seluruh Indonesia. Kalau menginginkan Indonesia berdaulat, maju, adil dan makmur, maka harus dimulai dari desa. Desa masa depan Indonesia," tutup Gus Menteri.
Sumber: BeritaSatu.com