Jakarta, Beritasatu.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan menahan Ketua Unit Layanan Pengadaan Badan Keamanan Laut (ULP Bakamla), Leni Marlena dan Anggota ULP Bakamla, Juli Amar Ma'ruf, Selasa (1/12/2020). Leni dan Juli ditahan usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek Backbone Coastal Surveillance System di Badan Keamanan Laut (Bakamla) tahun 2016.
"Untuk kepentingan penyidikan, KPK akan menahan LM (Leni Marlena) Ketua Unit Layanan Pengadaan dan JAM (Juli Amar Ma’ruf), Anggota Unit Layanan Pengadaan. LM dan JAM telah ditetapkan sebagai tersangka yang diumumkan pada bulan Juli 2019 dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait Pengadaan Perangkat Transportasi Informasi Terintegrasi Bakamla Tahun Anggaran 2016," kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (1/12/2020).
Dikatakan, kedua tersangka ditahan di rumah tahanan berbeda untuk 20 hari pertama atau setidaknya hingga 20 Desember 2020. Leni ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK, sementara Juli ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur.
"Sebagai protokol kesehatan untuk pencegahan Covid-19, maka tahanan akan terlebih dulu dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan Cabang KPK pada Gedung ACLC KPK di Kavling C1," kata Karyoto.
Kasus yang menjerat Leni dan Juli merupakan pengembangan kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla tahun 2016 yang menjerat sejumlah pihak, seperti Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla, Eko Susilo Hadi; Direktur PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah dan dua anak buahnya Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta.
Keempatnya telah divonis bersalah dan berkekuatan hukum tetap. Sementara Direktur PT CMI Teknologi Rahardjo Pratjihno yang dijatuhi hukuman 5 tahun pidana penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta saat ini sedang mengajukan banding. Pengembangan kasus ini juga menjerat PT Merial Esa sebagai tersangka korporasi dan saat ini masih dalam proses penyidikan.
Kasus ini bermula saat muncul usulan anggaran pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) sebesar Rp 400miliar yang bersumber pada APBN-P 2016 di Bakamla. Pada awalnya anggaran untuk pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS belum dapat digunakan. Meski demikian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla tetap memulai proses lelang tanpa menunggu persetujuan anggaran dari Kementerian Keuangan.
Pada 16 Agustus 2016 ULP Bakamla mengumumkan Lelang Pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS dengan pagu anggaran sebesar Rp 400 miliar dan nilai total HPS sebesar Rp 399,8 miliar. Selanjutnya pada 16 September 2016 PT CMI Teknologi ditetapkan selaku pemenang dalam pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS. Sebulan kemudian atau Oktober 2016 terjadi pemotongan anggaran oleh Kemkeu.
Meskipun anggaran yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan untuk pengadaan ini kurang dari nilai Hasil Perhitungan Sendiri (HPS) pengadaan, ULP Bakamla tidak melakukan lelang ulang. ULP Bakamla melakukan negosiasi dalam bentuk Design Review Meeting (DRM) antara Pihak Bakamla dan PT CMI Teknologi terkait dengan pemotongan anggaran untuk pengadaan tersebut. Negosiasi yang dilakukan adalah negosiasi biaya untuk menyesuaikan antara nilai pengadaan dengan nilai anggaran yang disetujui atau ditetapkan oleh Kementerian Keuangan serta negosiasi waktu pelaksanaan.
"Pada tanggal 18 Oktober 2016, kontrak pengadaan ditandatangani Saudara BU (Bambang Udoyo) selaku Pejabat Pembuat Komitmen dan Saudara RJP (Rahardjo Pratjihno) selaku Direktur Utama PT CMIT dengan nilai kontrak Rp 170,57 miliar termasuk PPN. Kontrak tersebut anggarannya bersumber dari APBN-P TA 2016 dan berbentuk lump sum," papar Kayoto.
Sumber: BeritaSatu.com