Jakarta, Beritasatu.com - Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang dipimpin Otto Hasibuan menyampaikan catatan akhir tahun atau kaleidoskop 2020. Terdapat sejumlah hal yang disoroti organisasi advokat tersebut mengenai sejumlah peristiwa hukum yang terjadi sepanjang 2020. Salah satunya mengenai pembentukan omnibus law UU Cipta Lapangan Kerja (UU Ciptaker).
Otto mengatakan, UU Ciptaker yang dibentuk pemerintah dan DPR bertujuan baik, yakni mempercepat pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, kata Otto, niat baik itu tidak disampaikan dengan cara yang baik. Akibatnya, proses pengesahan UU Cipta Kerja justru memicu aksi jalanan dan gelombang penolakan besar-besaran.
"Dan yang lebih menyedihkan lagi, niat baik yang tidak disampaikan secara baik tersebut, akhirnya justru membuka jurang pemisah antarsesama anak bangsa, antara yang mendukung dan yang menentang keberadaan omnibus law UU Cipta Kerja, sehingga terjadilah konflik sosial, yang justru bertentangan dengan niat baik dari penyusunan dan pengesahan UU. tersebut," kata Otto saat menyampaikan Catatan Hukum Akhir Tahun Peradi, di Jakarta, Senin (21/12/2020).
Menurut Otto, konflik tersebut bisa dicegah jika pemerintah dan DPR mau terbuka, transparan dan mendengar berbagai narasi negatif dari banyak kalangan mengenai RUU Ciptaker. Namun alih-alih mendengar aspirasi masyarakat, Otto menilai pemerintah dan DPR, justru berkutat dalam senyap menyusun dan mengesahkan omnibus law Cipta Kerja. Untuk itu, Otto mengatakan, tidak heran sesaat setelah UU Ciptaker disahkan muncul gelombang penolakan dari kalangan akademisi, serikat buruh, organisasi pengusaha, hingga pemuka agama. Padahal banyak yang belum mengetahui secara pasti isi dari omnibus law ini.
Pemerintah dan DPR dinilai Otto melupakan ungkapan klasik "tak kenal maka tak sayang". Dikatakan, secara psikologis orang akan sulit menerima, bahkan cenderung menolak, apa-apa yang dia tidak pahami.
Otto mengatakan, Peradi yang memiliki anggota lebih dari 60.000 advokat sangat terpukul dengan dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Dampak positifnya belum terasa, tapi side effect-nya langsung membuat kita menderita.
"Padahal sebenarnya side effect negatif itu bisa dihilangkan, jika saja pemerintah dan DPR bisa lebih terbuka dan transparan dalam berbagai tahapan penyusunan dan pengesahan Omnibus Law ini," kata Otto.
Persoalan ini semakin miris, ungkap Otto lantaran Peradi sebagai wadah advokat penegak hukum sama sekali tidak dilibatkan dalam berbagai tahapan penyusunan dan pengesahan UU Cipta Kerja. Padahal advokat merupakan pengguna produk hukum tersebut. Para advokat yang nantinya akan berjuang menegakkan Undang-undang ini.
"Baik dalam persidangan sebagai penasihat hukum klien-klien kami, maupun dalam pelaksanaannya sebagai konsultan hukum klien-klien kami. Belum lagi, berkat mulai meningkatnya kesadaran hukum, banyak masyarakat serta media yang bertanya dan meminta pendapat hukum kepada kami terhadap isi dari Omnibus Law ini," katanya.
Berbeda dengan Polisi dan Jaksa yang merupakan penegak hukum alat negara, dan merupakan bagian dari pemerintah, para advokat Peradi merupakan Penegak hukum mitra negara. Dengan demikian, pandangan dan sikap netral advokat lebih sering dipercaya untuk menjadi acuan masyarakat.
"Sikap kurang terbukanya pemerintah juga terlihat dalam beberapa peristiwa hukum penting lainnya di tahun 2020 ini, yang ternyata semakin memperbesar Konflik Sosial di dalam masyarakat," katanya.
Selain penyusunan dan pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja, Peradi juga mencatat kegaduhan sepanjang 2020 yang mengakibatkan konflik sosial. Beberapa di antaranya, pembentukan Dewan Pengawas KPK, Rancangan revisi KUHP, Kegiatan sekolah di masa pandemi, Penerapan PSBB, Pemberian Bansos Covid 19, Pilkada di masa Covid 19, UU Nomor 1 Tahun 2020 yang menyatakan bahwa kebijakan penanggulangan dampak ekonomi Covid 19 tidak bisa dianggap korupsi. Selain itu, terdapat juga kegaduhan mengenai BPJS, Smelter/Pengolahan Minerba, Investor dan Tenaga Kerja Asing khususnya dari Tiongkok.
"Serta yang tidak kalah adalah mengenai pencegahan dan penanggulangan banjir DKI Jakarta," katanya.
Otto mengatakan, tahun 2020 akan segera berlalu dalam hitungan hari.
Di tengah tengah himpitan ketidak-pastian yang menerpa di 2020, muncul harapan tahun 2021 akan lebih lebih baik. Untuk menciptakan 2021 yang lebih baik, Otto dan Peradi mengajak seluruh elemen bangsa untuk jujur mengevaluasi perjalanan sepanjang 2020 dengan jernih.
"Mari kita tinggalkan berbagai kecemasan, kekeliruan, kekurangan, kebencian selama 2020, demi mengisi 2021 yang penuh kebahagiaan, kemenangan, kebenaran, dan kebersamaan," katanya.
Sumber: BeritaSatu.com