Jakarta, Beritasatu.com - Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung), Pinangki Sirna Malasari membelikan adiknya, Pungki Primarini sebuah mobil Mercedes-Benz atau Mercy. Hal itu diakui Pungki saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan suap dan pemufakatan jahat dengan terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (7/1/2021).
Mulanya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor bertanya kepada Pungki apakah dirinya pernah dibelikan sesuatu oleh Pinangki. Menjawab hal itu, Pungki mengaku kerap dibelikan barang-barang oleh sang kakak. Salah satunya, dibelikan mobil Mercy pada tahun 2017.
"Mercy (Mercedes-Benz)," kata Pungki dalam kesaksiannya di persidangan.
Pungki juga mengaku kerap diberikan uang oleh Pinangki. Pungki menilai hal merupakan tindakan wajar sebagai wujud kasih sayang seorang kakak terhadap adiknya.
"Uang jajan. Sewajarnya kakak-beradik," kata Pungki.
Pungki mengaku kerap membantu Pinangki mengurus kebutuhan rumah tangganya, terutama setelah sang kakak memiliki anak pada 2016. Pungki mengaku sering mengurus pembayaran gaji karyawan dan kebutuhan bulanan Pinangki. Pungki mengungkapkan per bulan biaya rumah tangga Pinangki mencapai Rp 70 juta hingga Rp 80 juta. Pungki juga mengaku sering diajak oleh Pinangki ke luar negeri, seperti Amerika Serikat dan Singapura.
"Pernah (ke luar negeri bersama) ke Singapura dan Amerika," kata Pungki.
Diketahui, Djoko Tjandra didakwa memberikan suap sejumlah USD 500.000 dari yang dijanjikan USD 1 juta kepada Pinangki Sirna Malasari selaku Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung melalui pengusaha Andi Irfan Jaya yang juga mantan politikus Nasdem. Suap itu diberikan Djoko Tjandra kepada Pinangki untuk mengurus fatwa ke Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Djoko Tjandra berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi sehingga Djoko Soegiarto Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.
Selain menyuap Pinangki terkait permintaan fatwa ke MA, Djoko Tjandra juga didakwa menyuap Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kabiro Kordinasi dan Pengawasan PPNS Polri dan Irjen Napoleon Bonaparte selaku Kadiv Hubinter Polri untuk menghapus namanya dari daftar red notice Polri atau status daftar pencarian orang (DPO). Melalui perantara Tommy Sumardi, Djoko Tjandra memberikan suap sebesar SGD 200 ribu dan USD 270 kepada Napoleon, serta USD 150 ribu untuk Prasetijo.
Sumber: BeritaSatu.com