Jakarta, Beritasatu.com – Pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut), Julyeta Paulina Amelia Runtuwene dan Harley Mangindaan melayangkan gugatan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwakot) Manado ke Mahkamah Konstitusi (MK). Terdapat tiga hal yang tercantum dalam isi permohonan.
Pertama, pelanggaran tata cara dan prosedur pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi suara yang dilakukan penyelenggara pemilihan. Kedua, dugaan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan massif (TSM). Ketiga, pelanggaran kampanye.
Praktisi hukum Rangga T Paonganan menyebut MK kemungkinan akan menolak permohonan tersebut. Rangga mengacu Undang-Undang (UU) 10/2016 terkait pemilihan kepala daerah (pilkada). Regulasi itu, telah membagi jenis-jenis perselisihan dan metode penyelesaiannya.
“Kewenangan MK dalam menangani perkara yang berkaitan dengan pilkada sebagaimana diatur UU 10/2016 ialah soal perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil pemilihan. Dengan kata lain bahwa objek sengketa/perselisihan di MK terbatas atau bersifat limitatif) pada penetapan perolehan suara,” kata Rangga, Minggu (17/1/2021).
Rangga menjelaskan batasan perselisihan dan solusi yang diatur UU Pilkada antara lain berupa pelanggaran etika yang dilakukan penyelenggara pemilihan diselesaikan melalui Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan pelanggaran administrasi, termasuk pelanggaran TSM dan kampanye melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Serta jenis pelanggaran lainnya yaitu pelanggaran pidana diselesaikan melalui Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakumdu). Perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan tentu melalui Mahkamah Konstitusi,” tegas Rangga.
Rangga menilai isi permohonan pemohon menyangkut Pilwakot Manado, tidak ditemukan satu dalil berkaitan dengan kesalahan penghitungan suara yang dilakukan oleh penyelenggara pemilihan.
“Dalam permohonannya, pemohon juga tidak menjelaskan dan menyebutkan hasil penghitungan suara yang sebenarnya versi pemohon, sebagaimana ketentuan dalam Peraturan MK 6/2020 yang harusnya dijadikan panduan dalam menyusun permohonan,” imbuh Rangga.
Rangga pun menyebut, “Jika mencermati isi permohonan dan pokok-pokok sengketa yang dipersoalkan pemohon terkait 3 pokok permasalahan yang bukan ranah MK sebagaimana ketentuan undang-undang, maka jelas permohonan pemohon ke MK adalah kabur dan salah alamat.”
Sumber: BeritaSatu.com