Jakarta, Beritasatu.com – Ternyata penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) belum efektif menekan kasus positif Covid-19 di Pulau Jawa dan Bali. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melihat hampir setengah zona merah di Indonesia berasal dari kabupaten/kota di kedua pulau ini.
Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan jika melihat lebih spesifik pada perkembangan zonasi risiko di Pulau Jawa dan Bali, maka terdapat perkembangan ke arah yang tidak diharapkan selama 4 pekan terakhir.
“Tren perkembangan zonasi risiko di Pulau Jawa dan Bali ini sempat mengalami penurunan zonasi merah pada tanggal 3 Januari 2021, yaitu dari 41 kabupaten/kota menjadi 32 kabupaten/kota,” kata Wiku Adisasmito saat memberikan keterangan pers di kantor BNPB, Jakarta, Kamis (21/1/2021).
Namun kemudian, lanjut Wiku, angka kabupaten/kota yang berada di zonasi merah meningkat menjadi 52 kabupaten/kota.
“Ini berarti, hampir setengah zona merah di Indonesia berasal dari kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Bali. Sampai saat ini, ada 108 kabupaten/kota yang berada di zona merah di Indonesia,” ujar Wiku Adisasmito.
Bila dilihat dari 73 kabupaten/kota yang menerapkan PPKM, Wiku mengatakan per 17 Januari 2021, terdapat 49 kabupaten/kota yang berada di zona merah. Lalu ada 30 kabupaten/kota dengan zona oranye dan 4 kabupaten/kota di zona kuning. Angka ini meningkat jumlahnya pada zona merah dan oranye dibandingkan pekan sebelumnya.
Hal ini menandakan bahwa kebijakan intervensi PPKM yang dilaksanakan di Pulau Jawa dan Bali yang sudah berlangsung selama satu minggu masih harus terus dioptimalkan.
“Kita masih memiliki harapan besar pada intervensi pemberlakuan pembatasan kegiatan ini. Ini baru satu minggu pelaksanaan, dampak dari intervensi baru akan terlihat pada minggu ketiga intervensi dilakukan,” terang Wiku Adisasmito.
Menurutnya kondisi ini masih dapat diperbaiki secara lebih efektif, apabila PPKM dilaksanakan dengan disiplin dan serius. Apabila tidak, maka pemerintah akan terus memperpanjang PPKM agar menjadi efektif sampai batas waktu yang tidak dapat ditentukan.
Selain itu, kata Wiku, kondisi ini dapat diperbaiki apabila upaya penanganan dilakukan dengan sangat maksimal. Kunci untuk memperbaiki penanganan ini adalah dengan meningkatkan PCR di laboratorium dan memperluas cakupan penelusuran kontak erat.
Jika ada daerah yang kesulitan menggunakan pemeriksaan PCR, maka dapat dilakukan dengan menggunakan rapid test antigen terlebih dahulu sebagai upaya skrining.
“Dengan dua hal ini, maka kasus akan lebih cepat untuk dideteksi, sehingga mencegah laju penularan yang lebih tinggi lagi,” ungkap Wiku Adisasmito.
Namun secara bersamaan dengan dua upaya ini, menurut Wiku, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan juga menjadi kunci untuk meningkatkan kesembuhan dan mencegah kematian. Dengan begitu zonasi risiko yang ada dapat berpindah ke zona yang lebih aman yaitu zona kuning dan zona hijau.
Sumber: BeritaSatu.com