Jakarta, Beritasatu.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan pemerintah tidak akan mentolerir guru dan kepala sekolah yang melakukan pelanggaran dalam bentuk intoleransi. Hal ini dikatakan Nadiem menanggapi kasus intoleransi di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat (Sumbar) yang mewajibkan siswi non-muslim mengenakan hijab.
“Sejak menerima laporan mengenai SMKN 2 Padang, Kemdikbud telah berkoordinasi dengan Pemda untuk segera mengambil tindakan tegas,” kata Nadiem seperti dikutip dari akun Instagram pribadinya @nadiemmakarim, Minggu (24/1/2021).
Nadiem mengapresiasi respons cepat pemerintah daerah (Pemda) terhadap pihak terbukti melakukan pelanggaran. Dalam hal ini, Nadiem meminta agar Pemda sesuai dengan mekanisme berlaku segera memberikan sanksi yang tegas atas pelanggaran disiplin bagi seluruh pihak yang terbukti terlibat. Bahkan termasuk kemungkinan menerapkan pembebasan jabatan, agar permasalahan ini menjadi pembelajaran bersama ke depannya.
Nadiem menyebutkan, Kemdikbud akan terus berupaya untuk mencegah adanya upaya praktik-praktik intoleransi di lingkungan sekolah. Bahkan, dalam waktu dekat akan mengeluarkan Surat Edaran (SE) dan membuka hotline pengaduan untuk menghindari terulangnya pelanggaran serupa.
Pada kesempatan sama, Nadiem juga menyebutkan, peraturan tentang pakaian seragam siswa telah diatur dalam Permendikbud Pasal 3 Ayat 4 No. 45 Tahun 2014 tentang pakaian seragam sekolah bagi peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dalam hal ini, pakaian seragam sekolah diatur oleh masing-masing sekolah dengan tetap memperhatikan hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing.
Oleh karena itu, sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau imbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah. Apalagi jika tidak sesuai dengan agama atau kepercayaan peserta didik.
“Hal tersebut merupakan bentuk intoleransi atas keberagaman sehingga bukan saja melanggar peraturan perundang-undang melainkan juga nilai-nilai Pancasila dan kebhinekaan,” ucapnya.
Kasus SMKN 2 Padang ini, kata Nadiem juga bertentangan dengan Pasal 55 Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), bahwa setiap anak berhak beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua atau wali.
Selain itu, Pasal 4 Ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional(Sisdiknas), bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa.
Sumber: BeritaSatu.com