Jakarta, Beritasatu.com - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menetapkan sidang putusan atau vonis perkara dugaan suap, pencucian uang dan pemufakatan jahat dengan terdakwa mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung), Pinangki Sirna Malasari pada Senin (8/2/2021). Agenda sidang vonis ini ditetapkan Majelis Hakim setelah mendengar duplik atau jawaban atas replik Jaksa Penuntut Umum yang dibacakan tim kuasa hukum Pinangki.
"Sidang perkara ini ditetapkan akan ditunda sampai dengan Senin, 8 Februari 2021. Penuntut Umum kembali menghadapkan terdakwa dalam sidang tersebut dengan agenda putusan, diagendakan pagi ya," kata Hakim Ketua Ignatius Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/1/2021).
Setelah mendengar waktu pembacaan vonisnya sudah ditetapkan, Pinangki kembali meminta belas kasih dari para hakim. Pinangki mengakui bersalah telah menerima suap dan membantu Djoko Tjandra yang saat itu menjadi buronan Kejagung atas perkara korupsi cessie Bank Bali.
"Mohon izin yang mulia, ini kesempatan terakhir saya menyampaikan, besar atau kecil kesalahan saya nanti, saya tetap merasa bersalah yang mulia, dan merasa tidak pantas melakukan semua ini yang mulia. Saya hanya mohon belas kasihan dan keringanan yang mulia, terima kasih," kata Pinangki.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 4 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Pinangki Sirna Malasari. Jaksa meyakini Pinangki terbukti telah menerima suap dari buronan dan terpidana perkara korupsi pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra sebesar USD 500.000, melakukan pencucian uang atas uang suap yang diterima serta bermufakat jahat untuk mengurus permintaan fatwa ke MA melalui Kejagung agar Joko Tjandra tidak dieksekusi saat kembali ke Indonesia.
Dalam menjatuhkan tuntutan ini, Jaksa mempertimbangkan sejumlah hal. Untuk hal yang memberatkan, Jaksa hanya mempertimbangkan status Pinangki sebagai aparat penegak hukum yang tak mendukung program pemerintah dalam rangka memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Di sisi lain, Jaksa mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan, yakni Pinangki belum pernah dihukum, menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya serta mempunyai anak berusia 4 tahun.
Dalam surat dakwaan, jaksa mendakwa Pinangki telah menerima uang sebesar USD 500.000 dari USD 1 juta yang dijanjikan Djoko Tjandra melalui pengusaha yang juga mantan politikus Partai Nasdem, Andi Irfan Jaya.
Uang itu dimaksudkan untuk membantu pengurusan fatwa MA melalui Kejaksaan Agung agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi selama 2 tahun penjara atas perkara perkara korupsi cessie Bank Bali sebagaimana putusan Peninjauan Kembali (PK) MA pada 2009.
Selain itu, Jaksa juga mendakwa Pinangki telah melakukan pencucian uang hasil suap yang diterimanya. Pinangki disebut Jaksa membelanjakan uang tersebut untuk membeli satu unit mobil BMW X5 warna biru seharga Rp 1.753.836.050; pembayaran apartemen di Amerika Serikat Rp 412.705.554; dan pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat Rp 419.430.000. Secara total, jumlah uang yang telah dipergunakan Pinangki untuk kepentingan pribadinya sekitar USD 444.900 atau setara Rp 6.219.380.900.
Tak hanya itu, Jaksa juga mendakwa Pinangki telah melakukan perbuatan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra dalam pengurusan fatwa MA. Jaksa menyebut ketiganya bersepakat menyiapkan dana USD10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung untuk memuluskan pengurusan fatwa.
Sumber: BeritaSatu.com