Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M Tito Karnavian mengungkapkan sumber masalah dana otonomi khusus (Otsus) Papua adalah pada tata kelola keuangan. Persoalan tata kelola itu dimulai sejak perencanaan, eksekusi hingga pengawasan keuangan.
“Kita melihat ada masalah tata kelola yang menjadi persoalan utama,” kata Tito dalam Rapat Kerja dengan Komite I DPD di gedung DPD, Jakarta, Rabu (27/1/2021). Rapat yang dilakukan secara online atau dalam jaringan (Daring) ini membahas masalah revisi UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
Tito menyebut berbagai praktik penyimpangan yang terjadi selama ini sebagai cermin buruknya tata kelola keuangan. Hal itu yang kemudian membuat banyaknya pejabat di Papua yang masuk penjara karena salah mengurus dana Otsus.
“Ini menjadi perhatian kedepan. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia, kemudian peningkatan pengelolaan keuangan mulai perencanaan hingga pengawasan,” jelas Tito.
Mantan Kapolri ini menyebut persoalan lain yang terkait dana Otsus adalah tidak adanya sinkronisasi program antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Dia memberi contoh ada pembangunan dermaga oleh Kementerian PUPR. Dermaganya memang terbangun, namun tidak bisa berfungsi karena tidak ada jalan raya. Wewenang pembangunan jalan ada di pemerintah provinsi.
“Sinkronisasi seperti ini juga yang akan diberesin supaya tidak mubazir,” tutur Tito.
Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan untuk melanjutkan pemberian Dana Otonomi Khusus atau Otsus Papua dan Papua Barat selama 20 tahun ke depan atau hingga 2041. Usulan tersebut masuk dalam Revisi UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua. Selain melanjutkan Otsus Papua dan Papua Barat,Sri Mulyani menyebut pemerintah juga akan meningkatkan jumlah alokasi Anggaran Otsus untuk kedua provinsi tersebut yang selama ini 2% dari DAU dinaikkan menjadi 2,25 %.
Dia menyebut kenaikan anggaran otsus diharapkan akan membawa dampak terhadap perbaikan tata kelola. Selain itu, penyaluran Otsus akan menggunakan skema pendanaan block grant dan earmark berbasis kinerja.
“Ini tujuannya supaya setiap rupiah otsus itu betul-betul terkait dengan hasil. Dan juga perlu adanya tambahan untuk pembagi di antara provinsi, serta pembinaan dan pengawasan penggunaan dana otsus yang lebih kuat dan lebih reliable,” ujar Sri Mulyani.
Anggota Komite I dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Abraham Liyanto meminta pemerintah agar tidak hanya memperhatikan Papua. Wilayah-wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) seperti NTT juga harus diperhatikan.
“Kami kadang iri juga dengan Papua. Dana sudah sangat besar dikucurkan. Kami di NTT sama dengan Papua yaitu masuk 3 T. Mohon diperhatikan juga untuk kesetaraan,” kata Abraham.
Dia juga merasa heran dengan Papua yang sudah diberikan Otsus. Namun tetap saja bergejolak. Organisasi Papua Merdeka (OPM), Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dan kelompok separatis lainnya tetap ada, bahkan makin brutal.
Dia mencurigai ada kepentingan negara luar yang ikut bermain di Papua. Mereka bisa gunakan strategi proxy war, hasutan, perang ideologi, dan berbagai cara perang modern lainnya.
“Ini harus diperhatikan pemerintah Indonesia. Jangan sampai karena terganggu kepentingan di sana, lalu buat macam-macam. Apalagi dengan kebijakan Presiden Jokowi yang mengambil 51 persen saham PT Freeport,” tutur Abraham.
Sumber: BeritaSatu.com