Jakarta, Beritasatu.com - Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek)/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong pengembangan ventilator ICU pertama pada 2021 di Indonesia. Berbeda dengan pengembangan ventilator sebelumnya, ventilator ICU sangat atau mutlak harus diuji klinis, yang ternyata juga tidak mudah.
“Saat ini, ada lima lembaga yang tengah mengembangkan ventilator ICU,” kata Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro dalam Rapat Koordinasi Riset dan Inovasi Nasional 2021, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (27/1/2021).
Dia berharap pada 2021 akan ada satu ventilator ICU yang berhasil lolos uji dari Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan, lolos uji klinis, dan mendapatkan izin untuk bisa dipakai di dalam penanganan pasien.
Menristek melanjutkan, teknologi dalam pengembangan ventilator seharusnya bisa dikuasai untuk berbagai menciptakan berbagai jenis ventilator termasuk yang invasif dan noninvasif. Jika anak bangsa bisa mengembangkan ventilator untuk kebutuhan dalam negeri, maka itu diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor.
Lagi pula ventilator sangat dibutuhkan dalam penanganan pasien terutama saat pandemi Covid-19 sekarang ini. Sebelumnya, selama masa pandemi, Indonesia telah mengembangkan sejumlah ventilator di antaranya Vent-I Origin, COVENT-20, dan GERLIP HFNC-01.
Selain ventilator, sejumlah inovasi juga dimunculkan selama pandemi ini seiring dibentuknya konsorsium riset dan inovasi penanganan Covid-19 oleh Kemristek, perguruan tinggi, dan lembaga penelitian pengembangan.
"Inovasi itu antara lain rapid test, PCR test kit, pembersih ruang dari virus, ventilator, dan mobile lab BSL-2," katanya.
Bambang menambahkan, mobile BSL-2 ini membantu optimalisasi testing dan tracing. Lab berjalan karya inovasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi ini mampu memeriksa 1.000 sampel per hari. Satu sampel hasilnya dapat diketahui dalam 4 jam.
Ada pula GeNose pemeriksaan berbasis kecerdasan buatan, yang dapat mengetahui virus Covid-19 sebagai screening awal dengan hembusan napas. Pada Februari 2021, inovasi buatan Universitas Gadjah Mada ini akan diproduksi sebanyak 5.000 unit dan pada Maret bisa mencapai 10.000 unit.
Vaksin
Kemudian, meski Indonesia mengimpor vaksin, upaya pengembangan vaksin dalam negeri terus dilakukan lewat vaksin Merah Putih.
"Vaksin Merah Putih dikembangkan dalam enam platform yakni dari Eijkman, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Institut Teknologi Bandung dan UGM," tuturnya.
Inovasi lain yang akan didorong adalah pengembangan tes kit untuk mengukur antibodi sebelum dan sesudah divaksin.
"Apakah antibodi muncul, perlu memiliki tes kit ini untuk mengetahui setelah enam bulan atau setelah setahun apakah antibodi masih ada. Dengan demikian, bisa diputuskan revaksinasi," paparnya.
Selain itu, Kemristek juga mendorong alternatif pemeriksaan swab menggunakan air liur. Sampel ini diharapkan membuat nyaman seseorang yang dites tanpa mengorbankan akurasinya. Alat itu akan membantu dalam mendukung percepatan penanganan Covid-19 terutama terkait testing.
Menurut Bambang, jika bisa menciptakan alat tes yang berbasis air liur, maka bisa mengurangi satu tahapan di dalam pengujian yakni ekstraksi RNA.
Saat ini lanjutnya, LIPI mengembangkan RT Lamp yang diharapkan menjadi pelengkap dari PCR test. Sebab, PCR test membutuhkan mesin PCR yang harganya tidak murah dan tidak tersedia di semua lokasi di Indonesia. Dengan inovasi tersebut, pemeriksaan tetap berpedoman PCR sebagai gold standard.
Sumber: Suara Pembaruan