Jakarta, Beritasatu.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendorong program D3 agar ditingkatkan menjadi sarjana terapan (D4), sehingga bisa menghasilkan lulusan dengan kompetensi istimewa. Kemdikbud juga sudah menyiapkan paket khusus untuk pendidikan sarjana terapan agar lulusannya tidak hanya mengantongi ijazah, tetapi juga sertifikasi kompetensi.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemdikbud Wikan Sakarinto dalam webinar berjudul "Sukses Masa Depan Melalui Sarjana Terapan” yang digelar, Sabtu (30/1/2021).
Wikan mengatakan salah satu syarat utama program sarjana terapan adalah link and match. Menurutnya, kurikulum hanya salah satu bagian saja dari pendidikan sarjana terapan yang komprehensif.
"Seluruh D3 kita mengharapkan upgrade ke D4. Apakah wajib? Tidak wajib terserah politeknik masing-masing, fakultas vokasi, atau institut masing-masing yang punya D3 kita dorong upgrade ke D4 dengan menu ini," ujar Wikan.
Wikan menjelaskan menu yang dimaksudnya adalah "8+1", antara lain kurikulum yang disinkronkan dengan soft skills, project based learning, syarat pengajar dari industri minimal 50 jam per program studi (prodi), syarat magang minimal satu semester.
"Ini paket minimum yang kita persyaratkan kalau mau bikin kurikulum D4 'nasi pecel istimewa'. Kita tidak akan membiarkan D4 bediri dengan menu seadanya," ujarnya.
Wikan menegaskan bahwa program D3 tidak bisa begitu saja disebut D4 atau sarjana terapan tanpa memenuhi paket 8+1 tersebut. "Bukan MoU (nota kesepahaman), foto-foto masuk koran. Itu level pacaran saja belum. Kita butuh D4 dengan link and match yang 'menikah'," ucapnya.
Wikan mengatakan semua jalur pendidikan baik sarjana akademis atau sarjana terapan pada dasarnya bagus. Namun, yang dibutuhkan adalah gairah atau semangat. Artinya, seseorang yang masuk dunia pembelajaran tanpa adanya gairah, tujuan, dan keyakinan, maka hanya memiliki motivasi sekadar mencari ijazah tanpa mengejar kompetensi.
"Kita butuh input yang memang passion. Jadi biasanya alasan masuk D3 karena apa? Gagal masuk S1, gagal masuk UMPTN, stres, jadi terpaksa masuk D3, itu sulit," ujarnya.
Wikan menambahkan kompetensi yang ingin dikejar untuk sarjana terapan diibaratkan "perkalian antara kognitif dengan soft skills". Pasalnya, dalam kehidupan nyata, kemampuan non-teknis atau soft skill justru sangat bermanfaat bagi seseorang.
"Soft skills itu super penting daripada hanya sekadar hard skills. Kemampuan komunikasi, leadership, kalau dia passion pada ilmunya, dia memgembangkan hard skill sepanjang hayatnya," ujar Wikan. [C-5]
Sumber: BeritaSatu.com