Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengharapkan Universitas Gajah Mada (UGM) selaku penemu GeNose bisa meningkatkan skala produksi alat skrining Covid-19 tersebut menjadi setidaknya 10.000 per bulan. Bambang mengatakan produksi GeNose saat ini baru sekitar 1.000 unit per minggu, sehingga peningkatannya harus mencapai 2,5 kali lipat.
“Kapasitas produksi GeNose sekitar 1.000 unit per minggu, memang UGM dalam hal ini sudah menggandeng lima perusahaan untuk proses manufakturnya. Kami sedang memfasilitasi tim UGM dan para mitranya agar bisa scale up produksinya,” kata Bambang dalam acara bertajuk GeNose C-19 untuk Kepariwisataan Indonesia yang digelar Jumat (19/02/2021).
Dalam acara yang dihadiri berbagai asosiasi pariwisata termasuk perhotelan, menristek mengaku optimistis pemanfaatan GeNose bisa membantu pemulihan ekonomi nasional khususnya membangkitkan lagi sektor pariwisata yang terpukul paling parah. Menurut menristek, GeNose sangat ideal dipakai di lokasi dengan mobilitas tinggi seperti tempat wisata, mal, pabrik, gedung perkantoran, bahkan pasar tradisional.
Menurut Bambang, GeNose akan membantu mobilitas masyarakat sebagai faktor penggerak perekonomian. Dia menegaskan GeNose tidak dirancang untuk menggantikan tes PCR sebagai gold standar dalam mendiagnosa Covid-19, sebaliknya berfungsi sebagai alat skrining Covid-19. Artinya, GeNose sama fungsinya dengan termometer yang saat ini dipakai sebagai alat skrining di setiap pintu masuk gedung.
Bambang menjelaskan GeNose bekerja untuk mendeteksi senyawa dalam embusan nafas yaitu volatile organic compound (VOC), untuk membedakan seseorang sehat atau tidak. GeNose dilengkapi dengan kemampuan artificial intelligence (kecerdasan buatan) untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang memastikan seseorang terinfeksi atau tidak dari virus corona.
“Kalau sekarang kita masuk kantor, mal, hotel, apa yang harus kita lakukan? Cek temperatur, itu skrining juga, misalnya suhu di atas 37,7 (derajat Celsius) tidak boleh masuk, tapi apakah itu skrining yang baik? Karena suhu orang naik bisa karena berbagai hal, belum tentu Covid-19,” kata Bambang.
Menristek mengatakan GeNose diberi harga Rp 60 juta untuk 100.000 kali pemakaian. Namun, biaya tersebut, menurutnya, masih relatif murah karena stasiun kereta api menetapkan harga Rp 20.000 untuk sekali pengetesan.
“Kalau hitungan bisnis, jangan lihat pembelian GeNose sebagai expense (biaya), tapi lihat sebagai investasi. Kalau pun expense itu jangka panjang, bukan sekali pakai,” kata Bambang.
Dari sisi pengujian, ujar Bambang, memiliki sejumlah keunggulan, yaitu nyaman karena cukup menghembuskan napas, hasil pengujian juga bisa didapatkan dalam waktu sekitar satu menit, harga lebih murah dibandingkan tes seperti swab anti-gen, dan merupakan inovasi asli Indonesia.
Sumber: BeritaSatu.com