Jakarta, Beritasatu.com - Terdakwa perkara dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Djoko Tjandra mengaku sempat diajak kenalannya, Rahmat untuk bertemu dengan Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Kuala Lumpur, Malaysia. Pernyataan itu disampaikan Djoko Tjandra dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (25/2/2021).
Jaksa mulanya mengonfirmasi Djoko Tjandra mengenai perkenalannya dengan Rahmat yang juga menjadi saksi dalam perkara ini. Jaksa pun mempertanyakan mengenai adanya pembicaraan Djoko dan Rahmat mengenai permasalahan hukum yang dihadapi Djoko Tjandra. Diketahui, Djoko Tjandra merupakan terpidana perkara korupsi cessie Bank Bali dan sempat buron selama bertahun-tahun.
"Apakah saudara menceritakan ke Rahmat terkait permasalahan hukum?" tanya jaksa kepada Djoko Tjandra yang duduk di kursi terdakwa.
Menjawab pertanyaan itu, Djoko mengaku tak pernah menceritakan permasalahan hukumnya kepada siapapun, termasuk Rahmat. Hal ini lantaran Djoko Tjandra menganggap Rahmat sudah mengetahuinya persoalan hukum yang dihadapinya.
"Saya tidak pernah menyampaikan tapi mereka tahu," ujarnya.
Kemudian, Doko Tjandra tiba-tiba menyinggung soal Rahmat yang sempat mengajaknya bertemu dengan Ma'ruf Amin. Djoko Tjandra menyebut ajakan itu, disampaikan Rahmat melalui sambungan telepon.
"Dia (Rahmat) telepon saya, (bilang) 'pak Joko kita mau ke Malaysia karena ada kunjungan kerja'. Beliau bilang pak kyai, panggilannya Abah mau ke Kuala Lumpur, yaitu yang sekarang jadi Wapres kita, mau ke KL," ungkapnya.
Namun, pertemuan itu batal. Djoko Tjandra mendengar jika kunjungan kerja Ma'ruf Amin dibatalkan karena kondisi fisik Ma'ruf Amin saat itu sedang tidak baik.
"Saya bilang oh dengan senang hati, (untuk) waktu tidak ditentukan kapan, itu saya dengar lagi badannya kurang enak badan jadi nggak jadi datang," ujarnya
Dalam persidangan sebelumnya, Rahmat yang dihadirkan sebagai saksi mengakui memiliki kedekatan dengan Ma'ruf Amin.
"Saya dulu deket dengan pak Ma'ruf Amin, saya selalu pergi berdua sama dia," kata Rahmat dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (9/2/2021).
Rahmat mengaku, kedekatannya sudah terjalin sebelum Ma'ruf Amin menjabat sebagai Wakil Presiden. Ketika itu Ma'ruf Amin masih menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"(Kedekatan) tiga tahun terakhir," kata Rahmat.
Diketahui, Djoko Tjandra didakwa memberikan suap sejumlah US$ 500.000 dari yang dijanjikan US$ 1 juta kepada Pinangki Sirna Malasari selaku Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung melalui pengusaha Andi Irfan Jaya yang juga mantan politikus Nasdem.
Suap itu diberikan Djoko Tjandra kepada Pinangki untuk mengurus fatwa ke MA melalui Kejagung agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Djoko Tjandra berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi sehingga Djoko Soegiarto Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.
Selain menyuap Pinangki terkait permintaan fatwa ke MA, Djoko Tjandra juga didakwa menyuap Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kabiro Kordinasi dan Pengawasan PPNS Polri dan Irjen Napoleon Bonaparte selaku Kadiv Hubinter Polri untuk menghapus namanya dari daftar red notice Polri atau status daftar pencarian orang (DPO). Melalui perantara Tommy Sumardi, Djoko Tjandra memberikan suap sebesar Sin$ 200.000 dan US$ 270.000 kepada Napoleon, serta US$ 150.000 untuk Prasetijo.
Sumber: BeritaSatu.com