Jakarta, Beritasatu.com - Aliran uang dari fee pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek yang diterima mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara bersama dua anak buahnya Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso mengalir ke sejumlah pihak. Salah satunya, Ketua DPC PDIP Kendal, Jawa Tengah, Akhmat Suyuti.
Hal ini terungkap dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap pengadaan bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek dengan terdakwa Direktur PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja dan konsultan hukum Harry Van Sidabukke, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/3/2021).
Mulanya, Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi kepada Kepala Biro Umum Sekretariat Jenderal Kementerian Sosial (Kemsos) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Kantor Pusat Kemsos tahun 2020 dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan Bansos sembako Covid-19, Adi Wahyono mengenai pernyataan PPK Kemsos lainnya, Matheus Joko Santoso yang membeberkan mengenai penyerahan uang Rp 8,4 miliar kepada Juliari melalui Adi secara bertahap.
Uang yang dikumpulkan dari fee pengadaan bansos itu dipergunakan untuk kepentingan Juliari. Salah satunya uang sebesar Rp 2 miliar yang diserahkan Joko kepada Adi di Bandara Halim Perdanakusuma saat Juliari akan berangkat ke Semarang.
"Tadi Pak Adi mengatakan untuk operasional. Apakah ada dari penggunaan operasional tersebut di luar untuk kegiatan Kementerian, artinya untuk kegiatan pribadi Juliari sendiri?" tanya Jaksa KPK.
Adi mulanya mengklaim tidak tahu. Jaksa kemudian menyinggung soal kepergian Juliari ke Semarang. Menurut Adi, Juliari saat itu pergi ke Semarang untuk bertemu dengan Ketua DPC PDIP Kendal Akhmat Suyuti.
"Apa diberikan ke Ahmad Suyuti?" tanya Jaksa KPK.
"Saya tidak tahu dalam proses penyerahan di situ. Tugas saya hanya menyerahkan (uang) di Bandara," jawab Adi.
"Atas perintah siapa yang penyerahan (uang) di bandara?" tanya jaksa lagi.
"Pak menteri," kata Adi.
Jaksa kemudian memutarkan rekaman sadapan percakapan telepon antara Adi dengan Akhmat Suyuti. Dalam percakapan itu, Adi menyebut "ada titipan dari pak Menteri".
Adi mengakui, kalimat titipan itu berarti sesuatu yang hendak diberikan Juliari kepada Akhmat Suyut. Namun, Adi mengaku urung menyerahkan uang tersebut ke Akhmat Suyuti lantaran Juliari mengadakan kunjungan ke Semarang.
"Artinya memang mau dikirimkan, tapi terus tiba-tiba ada kunjungan kerja," jelasnya.
"Artinya betul ada penyerahan uang ke Pak Akhmad Suyuti ya?" tanya Jaksa.
Adi mengaku tak mengetahui persis mengenai hal itu. Belakangan saat bertemu di sela pemeriksaan KPK, Adi mengonfirmasi mengenai uang tersebut kepada Akhmat Suyuti. Saat itu, Akhmat Suyuti mengaku menerima uang dari Kukuh Ari Wibowo, staf ahli Menteri Sosial.
"Katanya yang menyerahkan uang itu Pak Kukuh (staf khusus menteri), tapi saya serahkan uang itu ke Pak Eko (ADC Menteri)," katanya.
Adi menuturkan, Juliari berhubungan akrab dengan Ahmad Suyuti. Hal ini lantaran, sebelum menjabat sebagai Mensos, Juliari merupakan Caleg PDIP untuk DPR dari Dapil I Jateng yang salah satunya meliputi Kendal.
"Secara persis saya tidak tahu (hubungan Suyuti dan Juliari), hanya pak menteri kan Dapilnya Jateng I, meliputi Kabupaten Kendal, Kota Semarang, Kabupaten semarang, sama Salatiga," kata Adi.
Diketahui, Jaksa KPK mendakwa Direktur PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja dan konsultan hukum Harry Van Sidabukke telah menyuap mantan Menteri (Mensos) Juliari P Batubara bersama dua PPK Kemsos Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso dengan total Rp 3,2 miliar. Suap tersebut untuk memuluskan penunjukan perusahaan sebagai vendor pengadaan bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.
Harry didakwa memberikan suap senilai Rp 1,28 miliar, sedangkan Ardian didakwa memberi suap sebesar Rp 1,95 miliar. Pemberian suap dari kedua terdakwa ini dilakukan secara bertahap.
Sumber: BeritaSatu.com