Jakarta, Beritasatu.com - Pemerintah terbuka jika ada bukti baru pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat terkait tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di tol Cikampek beberapa waktu lalu.
"Saya katakan pemerintah terbuka, kalau ada bukti, mana pelanggaran HAM beratnya itu? Mana? sampaikan sekarang atau kalau ndak nanti sampaikan menyusul kepada presiden. Bukti. Bukan keyakinan. Karena kalau keyakinan, kita juga punya keyakinan sendiri-sendiri bahwa peristiwa itu dalangnya si A, si B, si C. Itu kalau keyakinan," kata Menko Polhukam Mahfud MD yang mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Enam Laskar FPI, yang berisikan sosok seperti Abdullah Hehamahua, Amien Rais, hingga Marwan Batubara di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (9/3/2021).
Menurut Mahfud, Komnas HAM sudah menyelediki sesuai kewenangannya. Di dalam undang-undang, ada tiga syarat pelanggaran HAM berat yakni terstruktur, sistematis, dan masif. "Terstruktur itu dilakukan oleh aparat secara resmi dengan cara berjenjang. Struktur itu berjenjang. Harus targetnya bunuh enam orang yang melakukan ini, taktiknya begini, alatnya begini, kalau terjadi ini, larinya ke sini. Itu terstruktur," kata dia.
Kedua, sistematis dimana jelas tahap perintah pengerjaan. "Itu pelanggaran HAM berat," kata dia.
Ketiga masif dan menimbulkan korban meluas. "Kalau ada bukti itu, ada bukti itu, mari bawa, kita adili secara terbuka. Kita adili para pelakunya berdasar Undang-Undang nomor 26 tahun 2000," tambahnya.
Ketika meminta bukti pelanggaran HAM berat dengan syarat terstruktur, sistematis, dan masif kepada TP3 Enam Laskar FPI, Mahfud mengaku tim tidak memberikan sama sekali. Mereka hanya menyampaikan keyakinan saja. "Nah kalau yakin, tidak boleh. Karena kita punya keyakinan juga banyak pelakunya. Ini pelakunya, itu otaknya, dan sebagainya yang membiayai. Itu juga yakin kita, tapi kan tidak ada buktinya," kata Mahfud.
Sementara TP3 Enam Laskar FPI mendesak bahwa kejadian di Tol Cikampek yang menewaskan enam orang anggota FPI adalah sebagai pelanggaran HAM berat.
Sementara pemerintah sendiri, kata Mahfud, mengikuti hasil penyelidikan dan rekomendasi Komnas HAM yang menyebut bahwa kejadian itu adalah pelanggaran HAM biasa.
Sumber: BeritaSatu.com