Aturan soal Harga Tes PCR Digugat ke MA

Jakarta, Beritasatu.com - Tim Advokasi Supremasi Hukum mengajukan gugatan judicial review atau uji materiil terkait aturan tarif tes PCR ke Mahkamah Agung (MA). Dalam gugatannya, tim Advokasi Supremasi Hukum mendalilkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/1/3843/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT PCR bertentangan dengan UU Kesehatan dan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Juru Bicara Tim Advokasi Supremasi Hukum, Richan Simanjuntak didampingi oleh dua rekannya Johan Imanuel dan Santo Abed Nego menyatakan surat edaran tersebut memberatkan tim Advokasi Supremasi Hukum termasuk masyarakat Indonesia karena pelayanan RT PCR sejatinya merupakan pelayanan kesehatan tanggap darurat. Dengan demikian, pelayanan tes PCR seharusnya ditanggung sepenuhnya oleh APBN/APBD sesuai Pasal 82 UU Kesehatan.
"Jadikanlah RT PCR itu tanpa beban kepada masyarakat," tegas Richan dalam keterangan yang diterima, Rabu (10/11/2021).
Lantaran dinilai bertentangan dengan UU Kesehatan, surat edaran mengenai batas tarif tertinggi tes PCR tersebut juga bertentangan dengan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal ini lantaran bentuk surat edaran itu seolah-olah seperti peraturan (regeling) yang mengikat dan berlaku umum.
"Ini menimbulkan kebingungan dan kepastian hukum sehingga layak dicabut karena telah melebihi dari kedudukannya sebagai surat edaran," katanya.
Selain itu, Richan menyatakan, pemerintah wajib menjamin pelayanan kesehatan termasuk biaya RT PCR tanpa kecuali dengan alasan apapun. Ditekankan, pemerintah diberikan akses seluas-luasnya untuk pemberdayaan sumber daya alam demi kepentingan masyarakat Indonesia sesuai Pasal 33 ayat (3) dan Pasal 33 (4) UUD 1945.
"Kan itu menjadi bagian dari pemasukan ke APBN/APBD sehingga pemerintah harus mampu mengelola kemakmuran rakyat termasuk juga untuk biaya pelayanan kesehatan tanggap darurat dalam situasi Bencana Non Alam (Keppres 12/2020)," katanya.
Santo Abed Nego menyatakan, tes PCR sudah seperti kebutuhan utama. Untuk itu, menjadi hal yang wajar jika terjadi gonjang ganjing mengenai harga tes PCR yang ideal.
"Oleh karenanya kami mohon Mahkamah Agung segera membatalkan SE Batas Tarif Tertinggi RT PCR dalam permohonan uji materiil yang kami ajukan agar menjadi gratis untuk masyarakat," katanya.
Tim Advokasi Supremasi Hukum menilai perdebatan dan spekulasi harga tes PCR akan terus berlangsung sepanjang harga tes PCR masih mengikuti SE Batas Tarif Tertinggi RT PCR yang dikeluarkan oleh Kemenkes. Untuk itu, MA diharapkan membatalkan SE tersebut agar menciptakan ketenangan bagi masyarakat Indonesia.
Sedangkan Johan Imanuel yang juga pemohon uji materiil meyakini, gugatan uji materiil yang diajukan pihaknya mendapat dukungan luas dari masyarakat. Dengan demikian, surat edaran tersebut layak untuk dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum tetap atau setidak-tidaknya meminta Pemerintah mengubah SE tersebut agar Tes RT PCR ditanggung melalui APBN/APBD sepenuhnya.
"Semoga MA akan menjadi pahlawan bagi masyarakat Indonesia," kata Johan dalam keterangannya yang bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November ini.
Sumber: BeritaSatu.com
BERITA TERKINI
Elektabilitas Ganjar Naik, Mega Ingatkan Kader PDIP Jangan Terlena
Indekos Diduga Lokasi Prostitusi, Satpol PP Baru Cek Perizinan setelah Digerebek Emak-emak
Gara-gara Lihat Festival Layang-layang, Bocah di Ponorogo Nyaris Kehilangan Mata
3
Penutupan Rakernas, PDIP Luncurkan Program Beasiswa Megawati Fellowship
B-FILES


ASEAN di Tengah Pemburuan Semikonduktor Global
Lili Yan Ing
Perlukah Presiden/Kepala Negara Dihormati?
Guntur Soekarno
Urgensi Mitigasi Risiko Penyelenggara Pemilu 2024
Zaenal Abidin