Mahfud: Jangan Berlebihan Reaksi atas Penangkapan Oknum MUI
Jakarta, Beritasatu.com- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, meminta masyarakat agar tidak berlebihan bereaksi terkait penangkapan oknum anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ahmad Zain An-Najah alias AZ karena diduga terlibat dalam tindak pidana pendanaan teroris kelompok Jamaah Islamiyah (JI).
"Memang kita juga kaget dengan peristiwa penangkapan tiga teroris yang di antaranya ada yang merupakan oknum Majelis Ulama Indonesia. Kita semua kaget, masa di MUI ada begitu. Tetapi harus diakui kita overreact, terlalu berlebihan bereaksi," ujar Mahfud, Sabtu (20/11/2021).
Dikatakan Mahfud, juga terjadi kontroversi berlebihan dalam dua hal. Pertama, ada yang menuding kalau MUI itu menjadi tempat persemayaman terorisme sehingga harus dibubarkan.
"Ya nggak lah. Itu berlebihan. Justru kita menelusup dan menelisik ke beberapa tempat, kan bukan hanya di MUI. Di tempat lain juga banyak. Orang begitu di mana-mana harus diatasi bersama. Kalau sampai mau membubarkan MUI, itu berlebihan karena MUI itu merupakan wadah permusyawaratan antara ulama dan cendikiawan muslim. Di situ untuk membangun kehidupan lebih Islami dengan memberi saran dan pendapat kepada pemerintah sesuai dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila," ungkapnya.
Mahfud menyampaikan, meskipun MUI bukan lembaga negara, tetapi ada fungsi melekat sebagai institusi sehingga tidak bisa dibubarkan begitu saja.
"Ada undang-undang tentang jaminan produk halal, itu memerlukan MUI. Ada undang-undang tentang perbankan syariah, itu juga menyebut harus ada MUI. Oleh sebab itu mari proporsional saja. MUI lembaga yang terbuka kalau ada oknum teroris di dalamnya, ya ditindak sesuai dengan hukum," katanya.
Kemudian, kontroversi kedua adalah, adanya tudingan kepada Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri terlalu berlebihan, menangkap orang sembarangan, melanggar muruah majelis ulama.
"Seakan pemerintah dihadapkan dengan MUI. Itu tidak. Kita dengan majelis ulama itu dekat, saling berkomunikasi terus dan sepakat untuk melawan teroris. Adapun, Densus itu sudah melakukan surveillance sudah lama. Itu semua sudah dibuntuti pelan-pelan. Kalau langsung tangkap, nanti berlebihan, dikira asal tangkap," jelasnya.
Menurut Mahfud, sebelum mengantongi bukti kuat Densus tidak bisa menangkap teroris, dan hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Itu hukum khusus untuk terorisme dengan treatment-treatment khusus juga tidak boleh sembarangan. Oleh karena itu begitu ditangkap harus bisa meyakinkan, ini bisa dibuktikan di pengadilan kalau pakai menggunakan undang-undang terorisme. Kalau menggunakan undang-undang lain kadangkala bisa gagal. Kalau terorisme, biasanya sudah lengkap kaitan bukti-buktinya itu. Oleh sebab itu mari percayakan proses hukum itu," katanya.
Mahfud menekankan, yang terpenting semuanya bekerja dengan baik untuk menjaga keamanan negara.
"Karena nanti jangan sampai mengatakan pemerintah kecolongan. Ini pemerintah kan serba dituding. Dulu ada bom meledak, katanya pemerintahnya, sampai bom meledak di Makassar dan Surabaya. Itu (Densus) bertindak lebih cepat, pemerintah sewenang-wenang. Mari proporsional saja. Jangan sampai Anda nanti usul agar kami diam, kemudian kita setuju. Lalu terjadi sesuatu, Anda bilang kami kan hanya usul. Enggak boleh bilang begitu. Negara harus antisipatif. Kalau salah, meskipun itu pemerintah, mari selesaikan secara hukum. Kan, ada hukum," tandasnya.
Sumber: BeritaSatu.com
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Bagikan