Jakarta, Beritasatu.com - Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Dhahana Putra menepis kekhawatiran Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Sung Kim. Hal ini terkait sorotan Sung terhadap pasal-pasal mengenai ranah privat atau moralitas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru yang dianggap berpotensi membuat investor asing lari. Salah satunya terkait pengaturan sanksi bagi pelaku kumpul kebo atau kohobitasi.
“Tidak benar jika dikatakan bahwa pasal-pasal dalam KUHP yang baru disahkan terkait ranah privat atau moralitas yang disahkan oleh DPR berpotensi membuat investor dan wisatawan asing lari dari Indonesia,” ujar Dhahana, Rabu (7/12/2022).
Sung Kim menyampaikan kekhawatiran tersebut dalam acara US-Indonesia Investment Summit di Mandarin Oriental Jakarta, Selasa (6/12/22). Menurut Kim, pasal-pasal terkait moralitas akan berpengaruh besar terhadap banyak perusahaan dalam menentukan sikap untuk berinvestasi atau tidak di Indonesia.
Diketahui, Pasal 412 dan 413 KUHP yang baru disahkan mengancam pidana bagi setiap orang yang melakukan kumpul kebo atau kohabitasi (hidup bersama tanpa pernikahan) dan perzinahan. Namun, ancaman itu baru bisa berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain bersifat delik aduan. Adapun yang berhak mengadukan adalah suami atau istri bagi orang terikat perkawinan atau orang tua maupun anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Menurut Dhahana, pengaturan tindak pidana perzinaan dan kohabitasi dimaksudkan untuk menghormati lembaga perkawinan sebagaimana dimaksud Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Selain itu, pengaturan itu juga tetap melindungi ruang privat masyarakat.
Menurut Dhahana, wujud perlindungan dari ruang privat masyarakat tersebut adalah dengan diaturnya kedua jenis delik tersebut sebagai delik aduan. Artinya, kata dia, tidak akan pernah ada proses hukum tanpa ada pengaduan sah dari mereka yang berhak mengadu, karena dirugikan secara langsung, yaitu suami atau istri terikat perkawinan dan orang tua atau anak tidak terikat perkawinan.
“Secara a contrario, pengaturan tersebut juga berarti menutup ruang dari masyarakat atau pihak ketiga lainnya untuk melaporkan adanya dugaan terjadinya tindak pidana tersebut, sekaligus mencegah terjadinya perbuatan main hakim sendiri,” katanya.
Dia menambahkan tidak pernah ada norma hukum dalam KUHP baru yang mengharuskan pihak yang berhak mengadu untuk menggunakan haknya tersebut.
“Itu karena suatu pengaduan juga tidak dapat dipilah-pilah, artinya tidak mungkin dalam pengaduan hanya salah satu pelaku saja yang diproses, sehingga keputusan untuk membuat pengaduan itu juga akan betul-betul dipertimbangkan oleh mereka yang berhak mengadu,” tegasnya.
Oleh karena itu, menurutnya, para investor dan wisatawan asing tidak perlu khawatir untuk berinvestasi dan berwisata di Indonesia. Pasalnya, ruang privat masyarakat tetap dijamin oleh undang-undang, tentunya tanpa mengurangi penghormatan terhadap nilai-nilai keindonesiaan.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com