Besok, MK Bakal Putuskan Uji Materi soal Nikah Beda Agama

Senin, 30 Januari 2023 | 10:20 WIB
Fana F Suparman / FFS
Ilustrasi pernikahan.

Jakarta, Beritasatu.com - Uji materi atau judicial review Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) memasuki babak akhir. Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus uji materi mengenai nikah beda agama dalam UU Perkawinan itu pada Selasa (31/1/2023) besok.

"Selasa 31 Januari 2023 pukul 10.00 WIB, pengujian materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pengucapan putusan," tulis situs MKRI yang dikutip Beritasatu.com, Senin (30/1/2023).

Gugatan uji materi mengenai nikah beda agama dalam UU Perkawinan itu diajukan seorang warga Mapia Tengah, Dogiyai, Papua bernama E Ramos Petage. Gugatan ini diajukan lantaran Ramos yang beragama Katolik mengaku gagal menikah karena perbedaan agama dengan pasangannya yang beragama Islam akibat pemberlakuan aturan dalam UU Perkawinan.

"Pemohon adalah warga negara perseorangan yang memeluk agama Katolik yang hendak melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita yang memeluk agama Islam. Akan tetapi setelah menjalin hubungan selama 3 tahun dan hendak melangsungkan perkawinan, perkawinan tersebut haruslah dibatalkan karena kedua belah pihak memiliki agama dan keyakinan yang berbeda," bunyi permohonan Ramos Petage dalam permohonan yang dilansir dari situs MK yang dikutip Beritasatu.com, Senin (7/2/2022).

Dalam permohonannya, Ramos mengatakan UU Perkawinan memberikan ruang seluas-luasnya bagi hukum agama dan
kepercayaan yang beragam jumlahnya dalam menafsirkan sahnya suatu perkawinan. Namun, kata dia, UU Perkawinan tidak memberikan pengaturan apabila perkawinan tersebut dilaksanakan oleh mereka yang memiliki keyakinan dan agama yang berbeda.

"Ketidakpastian tersebut secara aktual telah melanggar hak-hak konstitusional yang dimiliki pemohon (Ramos) sehingga tidak dapat melangsungkan perkawinannya karena adanya intervensi oleh golongan yang diakomodir negara. Hal ini tentunya menyebabkan pemohon kehilangan kemerdekaannya dalam memeluk agama dan kepercayaannya karena apabila hendak melakukan perkawinan adanya paksaan salah satunya untuk menundukkan keyakinan, serta juga kemerdekaan untuk dapat melanjutkan keturunan melalui keluarga yang didasarkan pada kehendak bebas," jelas Ramos.

BERITA TERKAIT

ARTIKEL TERPOPULER

Jokowi Balas Kritik Anies Baswedan soal IKN
NASIONAL
Hasil Liga Champions: Feyenoord Kalah, Atletico Madrid dan Lazio Lolos
SPORT
Jokowi Lantik Maruli Simanjuntak Jadi Kasad Siang Ini
NASIONAL
Review Film Napoleon, Kekuasaan dan Romansa sang Jenderal Eksentrik
LIFESTYLE
Ingin Anaknya Dibebaskan, Betharia Sonata Minta Riona Maafkan Leon Dozan
LIFESTYLE

BERITA TERKINI