Denny Indrayana Minta KPK Tindaklanjuti Laporannya soal Mafia Tanah di Kalsel

Jumat, 3 Februari 2023 | 00:49 WIB
Yustinus Paat / FFS
Pakar hukum tata negara dan Senior Partner Integrity Law Firm Denny Indrayana di Tamarin Hotel, Menteng, Jakarta, Kamis, 2 Februari 2023.

Jakarta, Beritasatu.com - Pakar hukum tata negara dan Senior Partner Integrity Law Firm Denny Indrayana meminta KPK segera menindaklanjuti laporannya soal mafia tanah di Kota Baru, Kalimantan Selatan. Menurut Denny, para mafia tanah ini diduga melakukan tindak pidana korupsi penyalahgunaan pemanfaatan lahan Inhutani II di Kabupaten Kotabaru, yang mengakibatkan hilangnya hutan negara seluas sekitar 8.000 hektare.

"Secara normatif itu bisa dibantah, tetapi saya punya pengalaman, saya tahu, laporan kami terkait satu perkara pengambilan lahan (negara) 8.000 hektare lebih di Kalimantan Selatan, sangat jelas, bukti-buktinya lengkap, sudah setahun tidak ada proses apa-apa," ujar Denny saat ditemui Tamarin Hotel, Menteng, Jakarta, Kamis (2/2/2023).

Denny berharap KPK tidak boleh kalah oleh siapa pun dan tegak lurus dalam penegakan hukum. Untuk itu, dia mendorong agar kasus dugaan korupsi di Kalsel Segera di tindaklanjuti.

Diketahui, Integrity Law Firm menjadi kuasa hukum organisasi Sawit Watch dalam melaporkan PT MSAM ke KPK pada Selasa, 18 Januari 2022 lalu. PT MSAM ini milik Syamsudin Andi Arsyad atau H Isam, pengusaha asal Batu Licin, Kalimantan Selatan. Selain PT MSAM, Sawit Watch juga melaporkan Direksi PT Inhutani II serta Direksi PT MSAM.

Pelaporan tersebut dilakukan lantaran adanya dugaan praktik korupsi di areal kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Inhutani II Unit Pulau Laut, Kalimantan Selatan.

Ditemui di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo atau biasa disapa Rambo membenarkan mengenai laporan atas PT MSAM yang belum ditindaklanjuti KPK. Padahal, kata dia, Sawit Watch sudah menyerahkan bukti-bukti dugaan korupsi lengkap ke KPK dalam kasus penyalahgunaan pemanfaatan lahan Inhutani II di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.

"PT MSAM ini menggunakan tanah negara sekitar seluas 8.610 hektare di mana tanah ini sebenarnya hasil kerja sama perusahaan BUMN milik negara berupa Inhutani 2 di Pulau Laut, Kalsel, memang sebenarnya kerja sama BUMN dengan satu perusahaan sawit tidak diperbolehkan secara UU, kecuali ada izin dari pemberi izin yakni menteri ini yang kita sangka, kita duga ada indikasi tindak pidana korupsi berupa kerugian negara," ujar Rambo.

Sampai saat ini, kata Rambo, kasus ini belum mendapatkan update yang signifikan dari KPK. Menurut dia, seharusnya KPK memberikan update penanganan kasus dugaan korupsi kepada pelapor.

"Pada awal kami datang kita dipanggil untuk dimintai keterangan lebih lanjut, bulan berikutnya kami datang. Mulai lagi dari awal kasus ini, sehabis itu sepertinya stagnan. Sesuatu hal tidak tahu, kami tidak puas melihat kasus ini ya tadi masa hampir satu tahun lebih tidak ada hal yang signifikan," jelas dia.

Lebih lanjut, Rambo berharap KPK segera menindaklanjuti laporannya sehingga bisa dipastikan apakah ada tindak pidana korupsi dalam kasus hilangnya hutan negara seluas 8 ribuan lebih di Kalsel.

"Harapannya ditindaklanjuti kasus ini, sehingga kita bisa membuktikan ada atau tidak, benar tidak dugaan kita, tindak pidana korupsi merugikan negara itu benar atau tidak. Karena faktanya kita lihat sawitnya sudah tumbuh, sawitnya sudah menghasilkan," kata Rambo.

Diberitahukan sebelumnya, PT Inhutani II adalah pemegang Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.193/MENHUT-II/2006 (SK 193/2006) dengan areal kerja pemanfaatan hutan seluas + 40.950 ha di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 19 Juni 2017, oknum direksi PT Inhutani II mengadakan kerja sama perkebunan sawit di sebagian area IUPHHK-HA bersama PT MSAM.

Sawit Watch menduga kerja sama tersebut tidak sesuai dengan SK 193/2006 sebab kawasan hutan PT Inhutani II digunakan sebagai perkebunan sawit tanpa memperoleh persetujuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK). Puncaknya terjadi pada 4 September 2018, Menteri ATR/BPN menerbitkan Keputusan Pemberian HGU kepada PT MSAM dengan Nomor: 81/HGU/KEM-ATR/BPN/2018. Penerbitan HGU kepada PT MSAM patut diduga menyebabkan hilangnya hutan negara seluas sekira 8.610 ha yang dahulu dimanfaatkan oleh PT Inhutani II.



Sumber: BeritaSatu.com

Bagikan

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI