Mendagri: Sistem E-Voting Layak Diterapkan pada Pemilu di Indonesia

Penulis: Asni Ovier Dengen Paluin | Editor: AO
Senin, 9 Maret 2020 | 21:10 WIB
Tito Karnavian.
Tito Karnavian. (Antara)

Jakarta, Beritasatu.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, pihaknya terus mencari cara untuk mengurangi dampak negatif dalam pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) di Indonesia. Salah satu cara yang tengah digodok adalah penerapan pemilihan umum secara elektronik (e-voting).

"Semangat di balik pemilu, termasuk di pilkada, adalah untuk kepentingan demokrasi, partisipasi politik rakyat, dan juga untuk seleksi pencarian pemimpin demi kepentingan legitimasi pemerintah. Meski demikian, kita juga jangan menafikan atau menutup mata pada adanya ekses-ekses atau dampak negatif dari pemilu," ujar Mendagri Tito dalam acara diskusi publik bertema "Urgensi Mewujudkan Pilkada Demokratis dan Berkualitas: Tantangan dan Harapan" yang digelar di Jakarta, Senin (9/3/2020).

Acara dihadiri sejumlah aktivis prodemokrasi yang tergabung dalam Perhimpunan Gerakan Kebangsaan (PGK). Hadir antara lain Hariman Siregar yang dikenal sebagai aktivis Malari 74, mantan anggota DPR sekaigus Ketua Umum PGK, Bursah Zarnubi, pengamat militer, Conni Rakahundini Bakri, pengamat politik LIPI Siti Zuhro, dan Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini.

Dijelaskan, selain aspek tersebut, aneka aspek negatif, seperti keterbelahan masyarakat yang mengancam integrasi bangsa dan mengganggu kerukunan, melanggengnya politik identitas, munculnya konflik yang mengandung kekerasan serta high cost politics yang harus dikeluarkan oleh kontestan dan oleh pemerintah adalah beberapa contoh empirik dari sistem pemilihan.

"Kita harus memikirkan cara-cara untuk mengurangi semua dampak negatif itu dengan tetap menjaga agar pemilu atau pilkada tetap demokratis dan tetap menjamin hak-hak konstritusional masyarakat," ujar Mendagri Tito.

Tito memang sangat dikenal serius untuk memperbaiki kualitas demokrasi dan sistem pilkada di Indonesia. Mantan Kapolri ini selalu rajin berdiskusi dengan hampir semua kalangan yang kompeten untuk mengembangkan sistem pemilu dan pilkada yang efektif dan berkualitas.

Bahkan, atas inisiatifnya, Kementerian Dalam Negeri telah menjajaki evaluasi penyelenggaraan pilkada dengan sejumlah universitas dan lembaga penelitian. Evaluasi yang dilakukan bersifat akademis dan independen terhadap penyelenggaraan pilkada, yang tahun ini akan diselenggararakan untuk ke empat kalinya serta meliputi 270 daerah.

"Salah satu alternatif jalan keluar yang sedang saya pikirikan adalah menerapkan sistem e-voting di dalam pemberian suara," ujar Tito.

Menurut dia, sistem e-voting malah sudah diterapkan di beberapa negara. Bahkan, sistem ini juga pernah digunakan pada pemilihan kepala desa di Indonesia dan berhasil.

"Sistem KTP elektronik di Kemdagri telah menjangkau 98% warga Indonesia yang berhak memiliki KTP, yang juga sebenarnya idem ditto dengan pemilih. Sistem akurasi data KTP elektronik juga sudah dengan double filter, yaitu dengan identifikasi irisan mata dan sidik jari, sehingga tingkat akurasi sangat tinggi untuk mencegah penduduk memiliki KTP ganda," kata Mendagri.

Menurut Tito, gejala politik ghost voter atau pemilih palsu yang tidak berhak nyaris tak dimungkinkan terjadi bila dua variabel pengawasan KTP, yakni scan irisan mata dan sidik jari, diberlakukan bagi pemilih lewat sistem e-voting. Artinya, dengan dukungan sistem kependudukan yang sangat akurat demikian, maka daftar pemilih akan lebih mudah, namun akurat diintegrasikan dalam sistem e-voting.

"Lewat e-voting, kita tak perlu lagi membangun ratusan ribu TPS konvensional, tak membutuhkan kertas surat suara, juga tak membutuhkan ratusan ribu tenaga TPS yang semuanya tentu akan sangat menghemat biaya. Tentu keamanan data sistem e-voting harus tetap diutamakan," ucap Tito.

Menaggapi hal itu, pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro mengatakan, setiap sistem yang dipandang bisa meningkatkan kemudahan dan memperhatikan keunikan Indonesia layak dipertimbangkan.

"Inti dari pemilu adalah upaya mengkonversi suara pemilih menjadi dukungan elektoral ke kontestaan atau partai. Bila makna ini kita pegang, maka kita harus terbuka ke dalam metode-metode yang menjamin efisiensi dan mengurangi dampak buruk yang bisa merusak demokrasi itu sendiri. Kemajuan teknologi seperti e-voting dapat diadopsi, karena hal ini tidak mengurangi hak konstitusional masyarakat," ujar Siti.



Bagikan

BERITA TERKAIT

Kapolri Benarkan Pilot Susi Air Kapten Philips Disandera KKB Papua

Kapolri Benarkan Pilot Susi Air Kapten Philips Disandera KKB Papua

NEWS
Kapolri: Pilot dan Penumpang Susi Air yang Diamankan KBB Papua Sedang Dicari

Kapolri: Pilot dan Penumpang Susi Air yang Diamankan KBB Papua Sedang Dicari

NEWS
Gempa Turki, 104 WNI Tak Punya Tempat Tinggal Layak dan Segera Dievakusi ke Ankara

Gempa Turki, 104 WNI Tak Punya Tempat Tinggal Layak dan Segera Dievakusi ke Ankara

NEWS
Dubes RI: Gempa Turki, Ibu dan 2 Anak dari Indonesia Hilang Kontak

Dubes RI: Gempa Turki, Ibu dan 2 Anak dari Indonesia Hilang Kontak

NEWS
Erick Thohir Jelaskan ke Jokowi Simbol Baju Banser yang Dipakainya Saat Puncak 1 Abad NU

Erick Thohir Jelaskan ke Jokowi Simbol Baju Banser yang Dipakainya Saat Puncak 1 Abad NU

NEWS
Video Membeludaknya Warga Nahdliyin di Puncak 1 Abad NU

Video Membeludaknya Warga Nahdliyin di Puncak 1 Abad NU

NEWS

BERITA TERKINI

Loading..
ARTIKEL TERPOPULER





Foto Update Icon