Jakarta, Beritasatu.com - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mengkritik keras rencana Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang ingin mengambil utang luar negeri setara Rp 1.760 triliun untuk membeli sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista) di masa pandemi.
Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino mempertanyakan konsistensi Prabowo yang di sejumlah pentas politik nasional getol bersuara soal utang pemerintah. Bahkan menyebut pemerintah sebagai pencetak utang.
"Bukannya pak Prabowo dulu sangat getol mencibir utang pemerintah? Kok sekarang mau jadi menteri pencetak utang. Sangat disayangkan ini sama seperti menjilat ludah sendiri. Tentu ini membodohi rakyat. Tidak mendidik," ujar Arjuna dalam keterangannya, Minggu (1/6/2021).
GMNI juga mempertanyakan konsistensi Prabowo soal isu anti asing/aseng dan isu kebocoran anggaran yang sering diutarakan untuk menyerang lawan politiknya. Kini justru berubah menjadi pejabat yang ingin mempelopori utang luar negeri dengan jumlah yang fantastis. Publik tentu akan menilai kesesuaian antara retorika dengan tindakan Prabowo.
"Dulu mengkritik keras, propaganda sana-sini, soal isu kita dikuasai asing-lah, kebocoran anggaran-lah. Sekarang mau utang dari asing, sekarang bukan lagi bocor tapi ngluber. Ini namanya jarkoni, tidak sesuainya ucapan dan tindakan. Tentu rakyat tidak lupa. Ironis," tambah Arjuna.
Bukan hanya itu, Arjuna juga mewanti-wanti bahwa sektor pertahanan berdasarkan indeks anti-korupsi yang dirilis oleh Transparency International yang meliputi anggaran, personel, operasional, dan pengadaan, bahwa kluster pengadaan mendapat nilai buruk. Sektor pertahanan masih terperosok dalam kerahasiaan atas informasi mengenai kebijakan dan prosedur perusahaan yang tidak memadai untuk melindungi dari korupsi.
"Jika ingin menggunakan uang rakyat atau atas nama negara, pengelolaannya harus tetap akuntabel dan prudent. Walaupun ada rahasia negara, tapi tetap harus jelas peruntukannya. Dan kejelasan ini dibuktikan dengan roadmap pertahanan yang terencana dan sistematis. Tidak ujug-ujug, tanpa ada kejelasan terkait kebutuhan TNI sebagai user dan ancaman nasional kita," jelas Arjuna.
Arjuna menilai utang tidak diharamkan apabila diperuntukkan untuk kebutuhan yang jelas dan tepat sasaran. Namun utang dapat merugikan negara dan patut dikritik apabila tidak disertai dengan analisis kebutuhan dan proyeksi yang matang. Apalagi di tengah kondisi pandemi seperti sekarang ini, ekonomi sedang lesu, rakyat banyak yang sengsara, UMKM banyak yang bangkrut karena pembatasan sosial. Untuk itu, rencana pak Prabowo menurut GMNI sangat tidak etis.
"Utang boleh-boleh saja. Asal untuk membiayai kebutuhan yang jelas dan proyeksinya matang. Kalau ujug-ujug seperti ini, sangat tidak etis mengingat kondisi kita masih menghadapi pandemi. Rakyat lagi sengsara, usahanya banyak yang bangkrut, kehilangan pekerjaan karena PHK massal. Ini malah mau menghamburkan uang negara, pesta pora anggaran. Sangat tidak etis", tambah Arjuna
Maka GMNI memperingatkan kepada seluruh jajaran pemerintah untuk fokus membantu Presiden Jokowi menyelesaikan masalah pandemi yang menyulitkan rakyat Indonesia. Karena masalah pandemi mendesak untuk segera diselesaikan baik dari segi kesehatan maupun ekonomi.
GMNI juga meminta Kemhan untuk tidak melakukan pemborosan anggaran, dan lebih mementingkan kepentingan rakyat dibanding libido politik di tahun 2024.
"Kami kira tidak ada visi menteri, yang ada visi presiden. Sebagai pembantu presiden ya harus fokus membantu presiden menyelesaikan kesulitan rakyat di masa pandemi. Tidak boleh ada visi tersembunyi, apalagi ada anggaran yang diharuskan habis tahun 2024, ini tidak masuk akal," tutup Arjuna.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com