Jakarta, Beritasatu.com - Permasalahan pungutan liar (pungli) belum selesai, dan terus menjadi problem Kamtibmas di negeri ini. Belum lama, Presiden Joko Widodo, mendengarkan sendiri keluhan sopir kontainer terkait adanya praktik pungli di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Pengamat kepolisian Bambang Rukminto mengatakan, konsistensi dan pengawasan terhadap penegak hukum penting dilakukan untuk memberantas pungli.
"Memang problem pungli itu bukan hal baru, dan terus menerus menjadi problem Kamtibmas kita. Kalau melihat fenomena yang terjadi di masyarakat, konsistensi itu penting. Tetapi juga harus dilakukan pengawasan pada penegak hukum karena fakta yang terjadi pungli itu bukan hanya dilakukan preman, tapi juga dilakukan oleh penegak hukum sendiri," ujar Bambang saat dihubungi Beritasatu.com, Sabtu (12/6/2021).
Dikatakan Bambang, Presiden telah menandatangani Perpres 87/2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli), 21 Oktober 2016 lalu.
"Dalam Perpres Nomor 87/2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, yang menunjuk Irwasum Polri sebagai ketua pelaksana sebenarnya sudah diatur secara detail bagaimana aturan dan pelaksanaanya. Dengan perintah langsung Presiden pada Kapolri itu berarti satgas saber pungli tersebut gagal mengemban amanat Presiden. Dan, memang harus ada evaluasi secara menyeluruh mengapa satgas tersebut gagal," ungkapnya.
Bambang menyampaikan, transparansi pengawasan kepada penegak hukum harus dilakukan. "Fungsi pengawasan secara transparan pada penegak hukum ini yang sampai saat ini belum ada," katanya.
Diketahui, Saber Pungli dibentuk berdasarkan Perpres 87/2016. Satgas Saber Pungli mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar pada sentra pelayanan publik di kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, korporasi, lembaga independen, badan hukum dan tempat lainnya. Tujuannya agar kegiatan pelayanan publik dapat terselenggara secara efektif dan efisien.
Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Utara dan Polres KP3 Tanjung Priok telah menangkap 50 tersangka terkait tindakan pungli dan aksi premanisme, di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok. Bukan hanya preman yang diciduk, namun sebagian besar justru oknum pegawai dan sekuriti yang bekerja di PT Greating Fortune Container (GFC) dan PT Dwipa Kharisma Mitra (DKM) Jakarta.
Aksi pungli, dimulai dari jalan saat mendekati pelabuhan hingga masuk ke pos masing-masing. Sopir truk dimintai uang Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10.000 sampai Rp 20.000. Uang itu dimasukkan ke dalam plastik atau dus, kalau tidak mau disuruh ke pinggir.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com