Jakarta, Beritasatu.com - Tim advokasi selamatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta KPK segera membatalkan seluruh keputusan terkait asesment tes wawasan kebangsaan (TWK). Selain itu, KPK juga diminta untuk mengaktifkan kembali 75 pegawai yang sebelumnya dinonaktifkan karena tidak memenuhi syarat TWK.
"KPK segera membatalkan semua keputusan terkait TWK, lalu mengaktifkan kembali, memulihkan serta mengembalikan posisi dan hak-hak pegawai KPK yang dinyatakan TMS, termasuk tugas-tugas mereka sebelumnya dalam penanganan perkara," kata Anggota tim advokasi selamatkan KPK, Arif Maulana dalam keterangannya, Rabu (21/7).
Permintaan itu disampaikan tim advokasi menggapi hasil pemeriksaan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) yang menemukan adanya maladministrasi dalam proses pembentukan kebijakan, pelaksanaan dan penetapan hasil asesment TWK yang merupakan syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN. Tim advokasi mengapresiasi temuan Ombudsman yang dinilai terbuka dan objektif terkait polemik TWK.
Dikatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan, Ombudsman menemukan adanya skenario pelanggaran hukum yang menghasilkan TWK dan 75 pegawai KPK dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS). Selain itu, terbukti pula bahwa pelaku intelektual atas pelanggaran ini tidak hanya Pimpinan KPK saja, melainkan turut melibatkan beberapa pejabat-pejabat tinggi Kementerian/Lembaga terutama Kepala BKN.
"Maka dari itu diperlukan penyelidikan lebih lanjut afiliasi dan peran serta para pejabat tersebut," ucap Arif.
Selain itu, adanya pemalsuan keterangan dan tanggal surat (back dated) menunjukkan adanya kesengajaan dari Pimpinan KPK untuk mencapai tujuan tertentu. Mengingat perbuatan melawan hukum ini telah menyasar penyidik, bahkan tujuh orang Kasatgas Penyidikan yang sedang menangani perkara besar.
"Maka tindakan tersebut jelas merupakan bagian dari upaya menghalang-halangi proses penyidikan (obstruction of justice) yang sedang dilakukan KPK, misalnya, perkara bansos, suap ekspor benih lobster, atau skandal pajak," kata Arif.
Berbagai pelanggaran hukum dan maladministrasi sebagaimana temuan ORI, kata Arif, sudah sepatutnya membuat keputusan TMS yang dituangkan dalam Surat Keputusan KPK Nomor 652 tidak berlaku. Bahkan terjadi berbagai pelanggaran hukum, seperti pemalsuan maupun indikasi obstruction of justice perlu segera ditindaklanjuti oleh Kepolisian dan KPK.
"Koalisi masyarakat telah melaporkan Firli Bahuri kepada Polri dan laporan ORI sudah cukup sebagai bukti indikasi laporan tersebut dapat dilanjutkan. Tidak main-main, Pimpinan KPK maupun pihak lain dapat dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor yang ancamannya maksimal 12 tahun penjara," tegas Arif.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com