Jakarta, Beritasatu.com - KPK menyampaikan keberatan menjalankan tindakan korektif yang disarankan Ombudsman Republik Indonesia terkait polemik tes wawasan kebangsaan atau TWK. Dalam temuannya yang disampaikan pada Rabu (21/7/2021) lalu, Ombudsman menyatakan, KPK melakukan maladministrasi dalam proses penyusunan kebijakan, pelaksanaan hingga penetapan hasil TWK yang membuat 75 pegawai dinonaktifkan.
"Kami akan menyerahkan surat keberatan ini sesegera mungkin besok, 6 Agustus 2021 pagi ke Ombudsman," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dalam konferensi pers, Kamis (5/8/2021).
Surat keberatan yang akan disampaikan KPK, kata Ghufron, sesuai dengan Peraturan Ombudsman RI 14/2020 tentang perubahan atas peraturan Ombudsman RI 26/2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan yang menyebutkan keberatan dari terlapor atau pelapor terhadap laporan akhir hasil pemeriksaan LHAP disampaikan kepada ketua Ombudsman RI.
Dikatakan Ghufron, KPK menilai tindakan korektif yang disarankan Ombudsman didasarkan atas pemeriksaan yang melanggar hukum, melampaui wewenangnya, melanggar kewajiban hukum untuk menghentikan dan tidak berdasarkan bukti serta tidak konsisten dan logis.
Ghufron menyebut, Ombudsman tidak adil dalam memberikan rekomendasi dan tidak menghormati kewenangan KPK dalam pelaksanaan TWK dan cenderung memberikan pernyataan yang menyudutkan. Dikatakan Ghufron, pelaksanaan TWK sudah sesuai aturan yang berlaku. Ghufron menegaskan tidak ada maladministrasi dalam pelaksanaan tes tersebut. Ombudsman juga dinilai sudah melewati batas dengan menyatakan TWK tidak sesuai dengan aturan berlaku. KPK menilai Ombudsman merasa lebih berkuasa dibanding aturan hukum dan perundang-undangan di Indonesia.
"Temuan Ombudsman menyatakan bahwa proses pembuatan perkom mempunyai maladministrasi pada prosedurnya," katanya.
Menurutnya, Ombudsman tidak bisa mencampuri sikap KPK yang membebastugaskan pegawai yang gagal dalam TWK. Hal ini lantaran pembebastugasan merupakan kebijakan KPK untuk mengatur kepegawaian, bukan persoalan pelayanan publik yang menjadi ranah Ombudsman.
Ghufron juga membantah KPK tidak mengikuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang TWK. Menurutnya, rapat gabungan dengan sejumlah lembaga dan kementerian terkait yang digelar pada 25 Mei 2021 merupakan tindak lanjut dari arahan Jokowi.
Atas dasar itu KPK menolak mengikuti rekomendasi Ombudsman.
"Dengan ini terlapor menyatakan keberatan untuk melanjuti tindakan korektif yang dinyatakan Ombudsman kepada KPK," katanya.
Diketahui, Ombudsman menemukan dugaan maladministrasi dalam pembentukan Peraturan KPK 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN, pelaksanaan asesmen TWK hingga penetapan hasil asesmen. Atas temuan tersebut, Ombudsman menyampaikan tindakan korektif yang perlu dilakukan Pimpinan dan Sekretaris Jenderal KPK terkait TWK, yakni Pimpinan dan Sekjen KPK harus memberikan penjelasan kepada para pegawai terkait konsekuensi pelaksaan TWK dalam bentuk informasi dan dokumen yang sah; hasil asesmen TWK hendaknya menjadi bahan masukan untuk langkah-langkah perbaikan, baik terhadap individu maupun institusi KPK dan tidak serta merta menjadi dasar memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Selain itu, terhadap pegawai KPK yang dinyatakan TMS diberikan kesempatan untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan; hakikat peralihan status pegawai KPK menjadi ASN sesuai dengan UU 19/2019 tentang KPK dan PP 41/2020, Putusan MK, Penyataan Presiden Jokowi pada tanggal 17 Mei 2021, serta temuan maladministrasi oleh Ombudsman, maka terhadap 75 pegawai KPK tersebut dialihkan statusnya menjadi pegawai ASN sebelum tanggal 30 Oktober 2021
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com