Kabul, Beritasatu.com- Kelompok milisi Taliban memerangi defisit kepercayaan dengan strategi kehumasan untuk mengikis kesan brutal. Seperti dilaporkan AFP, Kamis (19/8/2021), Taliban telah memoles pencitraan yang moderat sejak berhasil merebut kembali kekuasaan di Afghanistan, tetapi banyak orang masih skeptis.
Tokoh Taliban tersenyum dan melambai pada wartawan, berpose untuk swafoto di jalan-jalan, bahkan duduk untuk wawancara TV dengan seorang jurnalis wanita. Kini Taliban tampaknya telah meluncurkan strategi hubungan masyarakat, untuk memberi tahu orang Afghanistan dan dunia bahwa kehidupan di bawah kekuasaan Taliban akan berbeda kali ini.
Namun kenangan tentang pemerintahan brutal kelompok itu pada 1996-2001 dan pemberontakan bersenjata hampir dua dekade yang menewaskan puluhan ribu orang terukir di benak Afghanistan, terutama perempuan dan agama minoritas.
“Mengenai ideologi, dan kepercayaan, tidak ada perbedaan,” kata juru bicara lama Taliban, Zabihullah Mujahid dalam konferensi pers pertamanya, yang diadakan pada Selasa (17/8) di gedung tempat pemerintah Afghanistan yang sekarang runtuh digunakan untuk memberi pengarahan kepada media.
“(Tapi) berdasarkan pengalaman, kedewasaan, dan wawasan, pasti ada banyak perbedaan,” tambahnya.
Mujahid menekankan amnesti penuh untuk semua, perempuan akan memiliki hak, termasuk untuk pendidikan dan pekerjaan, media akan independen dan bebas, dan pemerintahan yang inklusif akan diciptakan di negara di mana perpecahan etnis dan sektarian berjalan dalam.
Pejabat Taliban lainnya duduk untuk wawancara satu lawan satu dengan seorang jurnalis wanita di TV untuk menekankan intinya. Mereka juga telah bersumpah bahwa tanah Afghanistan tidak akan digunakan untuk melawan negara lain. Taliban ingin menjadi bagian dari komunitas internasional.
Bisa dibilang salah satu gerakan yang paling menakjubkan, Taliban mengirim perwakilan ke upacara menandai Asyura, salah satu periode yang paling penting tahun ini bagi Muslim Syiah. Namun Asyura dianggap acara sesat oleh banyak Sunni garis keras, seperti Taliban.
Jaminan Taliban telah datang selama berbulan-bulan, tetapi ada beberapa rincian. Semua sumpah Taliban disertai dengan peringatan: semua aktivitas harus sejalan dengan prinsip-prinsip Islam, sebagaimana Taliban menafsirkannya.
Di sisi lain, hanya sedikit orang yang lupa saat pertama kali Taliban memberlakukan interpretasi ultra-ketat hukum Islam di Afghanistan. Para perempuan dikeluarkan dari kehidupan publik, anak perempuan tidak bisa bersekolah, hiburan dilarang dan hukuman brutal dijatuhkan. Antara lain, rajam sampai mati karena tuduhan perzinahan.
Taliban dikutuk secara internasional karena membantai warga sipil, khususnya minoritas agama seperti Muslim Syiah. Kaum Syiah tetap menjadi target pemboman mematikan dan pembunuhan yang ditargetkan bahkan setelah Taliban digulingkan pada tahun 2001 karena menjamu pemimpin al Qaeda, Osama bin Laden.
Sama seperti minggu lalu, Taliban menjanjikan amnesti umum kepada lawan-lawan mereka ketika mereka pertama kali merebut Kabul 25 tahun yang lalu.
“Kami tidak percaya pada balas dendam apa pun,” kata pemimpin mereka Mullah Omar kepada penduduk Kabul pada 25 September 1996.
Tetapi dua hari kemudian sejak pernyataan itu, Taliban menembak mantan Presiden Mohammed Najibullah, menyeret tubuhnya yang berlumuran darah ke luar dan menggantungnya di sebatang tiang.
Saat kelompok itu mencoba untuk menunjukkan wajah baru yang moderat dari Kabul dan Doha, muncul laporan bahwa anggota milisi melecehkan wartawan dan tidak membiarkan perempuan masuk universitas di beberapa bagian negara itu. Namun, Al Jazeera tidak dapat secara independen memverifikasi insiden ini.
Gambar wanita telah ditutup-tutupi atau dirusak di etalase di sekitar Kabul.
Lebih dari seminggu sebelum merebut Kabul, Taliban mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan kepala pusat media pemerintah, tempat yang sama di mana juru bicara mereka berbicara tentang jurnalisme independen pada Selasa (17/8).
“Mereka memiliki kehumasan yang lebih baik sekarang. Mereka dapat berbicara bahasa Inggris, mereka dapat berbicara dengan media internasional,” ujar Pashtana Durrani, yang menjalankan badan amal pendidikan wanita di Kandahar, kepada Channel 4 Inggris dalam satu wawancara.
“Apa yang mereka katakan dalam konferensi pers dan apa yang mereka lakukan di lapangan adalah dua hal yang berbeda,” tambahnya.
“Ini adalah kenyataan pahit bahwa mereka tidak berubah, mereka adalah orang yang sama,” sesal Durrani.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com