Jakarta, Beritasatu.com - Power Tends to Corrupt, Absolute Power Corrupt Absolutely (kekuasaan cenderung rusak (korup), kekuasaan muklak pasti rusak), nampaknya bukan sekadar adagium bagi dunia politik di Indonesia.
Pernyataan yang disampaikan John Emerich Edward Dalberg-Acton atau kesohor dengan nama Lord Acton (1834-1902) berulang kali menemukan kebenarannya, terutama terkait kekuasaan lokal di Indonesia.
Sudah cukup panjang daftar politik dinasti yang dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kekuasaan memang cenderung korup, dan kekuasaan yang diwarisi turun temurun atau karena pertalian darah cenderung korup secara absolut.
Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga. Politik dinasti lebih indentik dengan kerajaan. Sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak, agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga.
Teranyar, KPK menangkap dan menetapkan Bupati Musi Banyuasin (Muba), Dodi Reza Alex Noerdin sebagai tersangka kasus dugaan suap sejumlah proyek di lingkungan Pemkab Muba.
Dodi Reza diduga memerintahkan anak buahnya untuk merekayasa lelang dan menerima suap sekitar Rp 2,6 miliar dari kontraktor yang menggarap empat proyek di Muba.
Dodi Reza yang juga mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar merupakan anak sulung dari mantan Gubernur Sumsel dan mantan Bupati Muba dua periode, Alex Noerdin.
Anggota DPR dari Fraksi Golkar itu saat ini mendekam di Rutan Salemba lantaran ditetapkan Kejagung sebagai tersangka atas dua kasus korupsi, yakni dugaan korupsi dana hibah dari dana APBD Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015 dan tahun 2017 kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang terkait pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang serta kasus dugaan korupsi dugaan korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan tahun 2010-2019.
Sebelum Dodi Reza dan Alex Noerdin terdapat sejumlah politik dinasti lainnya yang terjerat korupsi.
Berikut sebagian dari daftar panjang soal politik dinasti yang merusak:
Politik Dinasti di Probolinggo
Bupati nonaktif Probolinggo, Puput Tantriana Sari ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin (30/8/2021).
Puput kemudian ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan atau jual beli jabatan penjabat kepala desa (kades) di Pemkab Probolinggo.
Tidak hanya Puput, KPK juga menjerat suaminya, anggota DPR dari Fraksi Nasdem, Hasan Aminuddin sebagai tersangka. Hasan merupakan mantan Bupati Probolinggo dua periode sejak 2003 hingga 2013.
Bahkan, Hasan disebut berperan aktif untuk menentukan syarat dan menampung suap dari para ASN calon penjabat kades. Belakangan, KPK menetapkan pasangan suami istri itu sebagai tersangka gratifikasi dan pencucian uang.
Politik Dinasti di Cimahi
Wali Kota Cimahi, Atty Suharti Tochija dan suaminya Mohammad Itoch Tochija terjerat kasus suap proyek pembangunan tahap II Pasar Atas Cimahi tahun 2017 yang menelan anggaran Rp 57 miliar.
Itoch yang merupakan Wali Kota pertama Cimahi dan menjabat selama dua periode berperan aktif dalam mengendalikan kebijakan terkait tender dari proyek pembangunan di wilayah Kota Cimahi.
Politik Dinasti di Bangkalan
Tim Satgas KPK menangkap ketika itu Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin pada Desember 2014. Fuad Amin kemudian menjadi tersangka suap pengadaan gas alam dari bos PT MKS, Antonius Bambang Djatmiko. Fuad Amin juga dijerat atas perkara pencucian uang.
Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara kepada Fuad Amin atau jauh lebih berat dari putusan pengadilan tingkat pertama yang menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara.
Fuad Amin dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa menerima suap terkait pengadaan gas alam dan pencucian uang.
Fuad Amin merupakan Bupati Bangkalan dua periode sejak 2003 hingga 2013. Posisinya kemudian digantikan sang anak, Makmun Ibnu Fuad. Meski demikian, pengaruh Fuad Amin masih sangat besar di Bangkalan.
Politik Dinasti di Klaten
KPK menjerat Bupati Klaten ketika itu, Sri Hartini atas kasus jual beli jabatan pada Desember 2016. Posisi Sri Hartini kemudian digantikan oleh Wakil Bupati Sri Mulyani.
Berbeda dengan dinasti politik di beberapa daerah, dinasti politik di Klaten dikuasai oleh dua keluarga. Sebelum menjabat sebagai bupati, Sri Hartini merupakan Wakil Bupati Klaten mendampingi Sunarna.
Sementara Sunarna diketahui suami dari Sri Mulyani.
Sedangkan Sri Hartini istri dari Haryanto Wibowo, Bupati Klaten periode 2000-2005.
Politik Dinasti Kutai Timur
Bupati Kutai Timur Ismunandar dan istrinya yang juga Ketua DPRD Kutai Timur Encek UR Firgasih ditangkap dan dijerat atas kasus suap pekerjaan infrastruktur awal Agustus 2020 lalu.
Saat ditangkap KPK, Ismunandar sedang membawa uang Rp 18 miliar ke Jakarta untuk bertemu dengan partai politik lantaran akan maju kembali di Pilkada Kutai Timur.
Uang miliaran rupiah tersebut dikumpulkan Ismunandar dari para cukong yang mendapat konsensi tambang, hutan dan pekerjaan lainnya dengan kerugian negara yang mencapai Rp 2 triliun.
Politik Dinasti Kutai Kertanegara
Masih di Pulau Kalimantan, terdapat dinasti politik yang juga terjerembab pusaran korupsi, tepatnya di Kutai Kertanegara (Kukar).
Mantan Bupati Kukar Rita Widyasari dijerat atas kasus suap senilai 6 miliar dari pengusaha perkebunan sawit, Hery Susanto Gun alias Abun gratifikasi senilai Rp 110 miliar dari para kontraktor.
Rita telah dieksekusi ke Lapas Perempuan Pondok Bambu untuk menjalani hukuman 10 tahun penjara atas dua perkara tersebut. Saat ini, Rita masih berstatus tersangka pencucian uang.
Rita merupakan anak Syaukani Hasan Rais yang merupakan Bupati Kukar periode 2001-2010. Syaukani merupakan mantan terpidana korupsi penyalahgunaan dana perangsang pungutan sumber daya alam (migas), dana studi kelayakan Bandara Kutai, dana pembangunan Bandara Kutai, dan penyalahgunaan dana pos anggaran kesejahteraan masyarakat.
Politik Dinasi di Kendari
KPK menjerat Wali Kota Kendari periode 2017-2023 Adriatma Dwi Putra dan ayahnya, Asrun, yang merupakan calon gubernur Sulawesi Tenggara dalam kasus suap proyek pekerjaan multiyears pembangunan jalan Bungkutoko-Kendari New Port tahun 2018-2020.
Asrun yang saat itu akan maju dalam Pilgub Sulawesi Tenggara merupakan Wali Kota Kendari periode 2012-2017.
Ayah dan anak itu dihukum 5 tahun 6 bulan penjara. Namun, MA memutuskan mengkorting hukuman Asrun dan Adriatma menjadi 4 tahun penjara atau berkurang 1 tahun 6 bulan penjara.
Politik Dinasti di Banten
Gubernur Banten periode 2005 hingga 2014, Ratu Atut Chosiyah dijerat atas sejumlah kasus korupsi bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardhana.
Kakak beradik itu dijerat atas kasus suap kepada Ketua MK saat itu, Akil Mochtar terkait penanganan sengketa pilkada Lebak dan kasus korupsi dalam pengadaan alat kesehatan RS Rujukan Provinsi Banten. Ratu Atut divonis 7 tahun pidana atas perkara suap kepada Akil Mochtar dan 5 tahun 6 bulan pidana atas korupsi Alkes.
Pintu Masuk Korupsi
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengakui politik dinasti menjadi pintu masuk terjadinya korupsi. Hal ini lantaran kekuasaan yang dimiliki suatu keluarga cenderung nihil evaluasi.
Bahkan, kepala daerah yang sedang menjabat kemungkinan besar akan menutupi kelemahan pemerintahan sebelumnya yang dipimpin kerabatnya.
"Kita melihat ketika kepala daerah itu selama beberapa periode dipimpin oleh kerabat atau keluarga atau dinasti tadi, evaluasi terhadap pemerintahan lima tahun sebelumnya, itu nggak berjalan. Ada kecenderungan penggantinya itu kalau jadi keluarga, Pasti dia akan menutupi kekurangan kelemahan yang dilakukan pemerintahan sebelumnya dan cenderung meneruskan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan pimpinan sebelumnya. itu yang terjadi," kata Alex, sapaan Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Sabtu (16/10/2021) malam.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com