Strasbourg, Beritasatu.com- Parlemen Eropa pada Rabu (9/3/2022) menuntut diakhirinya apa yang disebut "paspor emas" yang memberikan kewarganegaraan Uni Eropa kepada investor asing kaya. Seperti dilaporkan AFP, tuntutan ini merebak karena sanksi Barat menargetkan oligarki Rusia atas invasi Rusia ke Ukraina.
Anggota parlemen memilih RUU yang tidak mengikat terhadap metode pemberian kewarganegaraan dengan alasan keuangan dengan mayoritas besar di Strasbourg.
Penentang paspor emas yang masih berlaku di Malta, Siprus dan Bulgaria, menyatakan paspor emas "tidak dapat diterima atas dasar etika, hukum dan ekonomi" dan "merusak esensi kewarganegaraan Eropa".
Menurut Parlemen Eropa, anggota parlemen juga menuntut aturan di seluruh UE tentang "visa emas", yang memberikan izin tinggal dengan prinsip yang sama dan dapat diperoleh di 12 negara anggota.
Rusia khususnya, mendapat manfaat dari sistem paspor emas ini. Parlemen Eropa meminta negara-negara anggota untuk segera mengecualikan permohonan Rusia dan meninjau yang disetujui dalam beberapa tahun terakhir.
Praktik kontroversial tersebut diduga memfasilitasi korupsi dan pencucian uang. Brussels meluncurkan proses disipliner terhadap Siprus dan Malta pada tahun 2020 tanpa melangkah lebih jauh.
Pekan lalu, Malta menyatakan akan menangguhkan pemberian "paspor emas" kepada Rusia dan Belarusia sampai pemberitahuan lebih lanjut setelah invasi ke Ukraina.
Pemerintah baru Bulgaria mengadopsi RUU pada bulan Januari yang bertujuan untuk mengakhiri skema paspor.
Awal pekan ini, komisaris kehakiman Uni Eropa Didier Reynders mengatakan Komisi Eropa - badan eksekutif blok - "sepenuhnya berbagi" tujuan menghapus program semacam itu di semua negara anggota sesegera mungkin.
Menurut Parlemen Eropa, setidaknya 130.000 orang memperoleh paspor atau visa "emas" antara 2011 dan 2019, menghasilkan 21,8 miliar euro (Rp 342 triliun) untuk negara-negara yang bersangkutan.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com