Jakarta, Beritasatu.com – Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menegaskan sekretaris daerah (sekda) yang menjadi penjabat (pj) kepala daerah akan rentan conflict of interest atau konflik kepentingan. Margarito menyarankan agar pemerintah tidak mengangkat sekda untuk menjadi pj gubernur, bupati maupun wali kota.
“Segala macam uang di pemda itu, baik belanja rutin dan belanja program mesti atas otorisasi sekda kan, APBD setelah disahkan oleh DPRD, pelaksanaannya mesti pakai keputusan gubernur. Setelah keputusan hadir, evaluasinya kan ada di sekda. Bagaimana kita meminta akuntabilitasnya nanti apabila sekda jadi pj? Dalam praktik, sekda jalankan dua kewenangan sangat strattegis, ini bakal terjadi conflict of interest,” kata Margarito, Senin (16/5/2022).
Margarito menyatakan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) memang telah mengatur mengenai kriteria pj. Misalnya, jabatan pimpinan tinggi madya untuk pj gubernur dan jabatan pimpinan tinggi pratama sebagai pj bupati atau wali kota.
“Saya sangat mengerti dan memahami jabatan pimpinan tinggi madya maupun jabatan pimpinan tinggi pratama itu bersifat general. Siapa saja diambil bisa, tetapi mengingat satu dan lain hal, ada reasonable untuk tidak mengangkat sekda sebagai pj gubernur, bupati dan wali kota,” ujar Margarito Kamis.
Margarito menilai sekda yang menjabat pj akan memiliki dua kewenangan. Hal tersebut dinilainya berisiko untuk berada di tangan satu orang. “Dia dapat menyelipkan kepentingan-kepentingan itu untuk jabatannya. Dia sekda juga penjabat kepala daerah,” ucapnya.
Oleh karena itu, Margarito Kamis menyarankan agar pemerintah dapat meninjau ulang keputusan untuk mengangkat sekda sebagai pj kepala daerah. Sebab, harapan publik terkait akuntabilitas dan transparansi akan tidak berjalan jika sekda pada akhirnya menjadi pj.
Halaman: 123selengkapnya
Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini
Sumber: BeritaSatu.com