Jakarta, Beritasatu.com - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015, Din Syamsuddin menceritakan berbagai kenangannya bersama Buya Ahmad Syafii Maarif yang meninggal dunia hari ini, Jumat (27/5/2022). Menurut Din, kepergian Buya Syafii tidak hanya hanya kehilangan bagi keluarga besar Muhammadiyah, tetapi juga bangsa Indonesia dan dunia Islam.
"Almarhum adalah seorang sosok ulama, cendekiawan, dan pujangga yang telah banyak melahirkan pikiran bernas dan bermanfaat bagi kehidupan bangsa," kata Din kepada wartawan, Jumat (27/5/2022).
Din mengatakan, pikiran-pikiran Buya Syafii reflektif, kritis dan menggelitik. Menurut dia, pikiran tersebut bertolak dari batin yang resah dan gelisah terhadap realitas kehidupan umat Islam atau bangsa Indonesia yang antara idealitas dan realitas dinilainya masih senjang dan berjarak.
"Sebagai pengejawantahannya lahirlah kritik-kritik (tepatnya otokritik) yang keras bahkan pedas, yang oleh sebagian dirasakan tidak nyaman didengar," kata Din.
Selama bergaul bersama Buya Syafii khususnya sebagai wakilnya di PP Muhammadiyah, Din menyaksikan Buya Syafii sejatinya adalah seorang unik, perenung, dan pegaul yang simpatik. Pikiran-pikiran kritis-reflektif Buya Syafii lahir dari obsesi tinggi akan kemajuan umat dan kemajuan bangsa.
"Dia sampaikan dengan ketulusan tanpa pamrih bahkan terkesan nyaris lugu politik, karena baginya keyakinan akan kebenaran harus disampaikan demi kebenaran itu sendiri. Dan, baginya otokritik perlu berdaya kejut atau shock teraphy, karena hanya dengan demikian kaum yang sedang tidur pulas akan terbangunkan," jelas Din.
Din mengatakan sebagian pikiran Buya Syafii sudah terlembaga dalam wawasan kemuhammadiyahan dan menjelma dalam gerakan pencerahan Muhammadiyah. Sebagian yang lain, tutur dia, masih harus terus diperjuangkan, yakni menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan ilmu. Pemikiran tersebut juga menjadi pikiran banyak tokoh Muhammadiyah.
"Dalam hal ini, Muhammadiyah memang sudah melampaui gerakan ilmu karena praksisme yang diamalkannya juga berbasis ilmu, walau bersifat sederhana. Namun, untuk menjadi gerakan peradaban agar terwujudnya peradaban utama atau high civilization basis keilmuan gerakan Muhammadiyah masih perlu didalam-tinggikan dalam suatu kerangka ontologis dan epistemologis yang kuat," ungkap dia.
"Di sinilah maqam tinggi pikiran almarhum Buya Syafii Maarif. Semoga kegelisahan itu dibawanya ke alam barzakh dan kita semua masih dapat berdialog secara ruhiyah untuk menjadikan perjuangan mewujudkan pikiran-pikiran almarhum sebagai amanah bagi kita dan amal jariah bagi jiwa yang tengah pergi ke haribaan Sang Robbi," ungkap Din menambahkan.
Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini
Sumber: BeritaSatu.com