Jakarta, Beritasatu.com - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej memastikan pemerintah mendengar setiap masukan dan kritik dari masyarakat dalam menyusun Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Eddy menegaskan, pemerintah tidak buta dan tuli menanggapi setiap masukan dan kritik masyarakat tersebut.
"Kita mendengar betul, kita tidak tuli dan tidak buta," kata Eddy dalam diskusi RUU KUHP di Jakarta yang disiarkan kanal Youtube Pusdatin KumHam, Kamis (23/6/2022).
Pembahasan RUU KUHP saat ini menggunakan mekanisme carry over atau melanjutkan dari pembahasan yang sempat dihentikan 2019 lalu. Dengan mekanisme carry over, RUU yang sudah memasuki pambahasan daftar inventaris masalah (DIM) pada periode sebelumnya dapat dilanjutkan periode selanjutnya tanpa harus memulai dari awal. Dikatakan, sudah ada dua undang-undang yang disahkan melalui mekanisme carry over, yakni UU Bea Materai dan UU Minerba. Pengesahan dua UU itu dapat menjadi preseden untuk segera mengesahkan RUU KUHP.
"Karena apa? Karena yang saya sebutkan tadi, UU Bea Materai dan UU Minerba posisinya sama persis sebangun dengan RKUHP. Ketika distop pada 2019 itu dalam posisi sudah persetujuan tingkat pertama, maka berdasarkan UU peraturan Perundang-undangan tinggal disahkan di rapat paripurna," katanya.
Namun, pemerintah dan DPR tidak melakukan hal tersebut terhadap RUU KUHP. Hal ini karena pemerintah dan DPR tidak hidup di ruang hampa. Apalagi, terdapat 14 isu dalam draf RUU KUHP pada 2019 yang menimbulkan kontroversi.
"Lalu kemudian presiden waktu itu memanggil, lalu ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR untuk menyosialisaikan 14 isu tersebut kepada masyarakat, dan itu sudah dilakukan oleh Kemenkumham selama tahun 2021 mulai dari 25 Februari 2021 di Medan dan berakhir 14 Juni di Jakarta," katanya.
Halaman: 12selengkapnya
Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini
Sumber: BeritaSatu.com