Jakarta, Beritasatu.com - Mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI), Isnu Edhi Wijaya mengeklaim tidak memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengintervensi anggota konsorsium penggarap proyek pengadaan e-KTP.
Hal itu dikatakan Entar Sumarsono, kuasa hukum Isnu Edhi menanggapi surat dakwaan jaksa penuntut umum KPK. Dalam surat dakwaan, Isnu Edhy Wijaya disebut berperan mengatur dan mengarahkan proses pengadaan barang/jasa paket e-KTP Tahun Anggaran 2011-2013, untuk memenangkan konsorsium PNRI.
Entar menyebut, terdapat perjanjian masing-masing perusahaan anggota konsorsium tidak bisa saling mengintervensi.
"Pak Isnu tidak memiliki kekuatan untuk mengatur dan mengintervensi anggota konsorsium lain, di mana masing-masing anggota konsorsium sesuai perjanjian lima konsorsium disebutkan bahwa tidak bisa saling mengintervensi," kata Entar Sumarsono.
Diketahui, konsorsium yang beranggotakan Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sandipala Artha Putra, dan PT Sucofindo menjadi pemenang lelang proyek e-KTP. Isnu Edhi ditunjuk sebagai ketua konsorsium PNRI tersebut.
Entar Sumarsono mengeklaim, berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada, kliennya tidak pernah menerima bahkan memberikan gratifikasi dalam proyek e-KTP ini.
"Dalam fakta- fakta dari sidang sebelumnya, dalam dakwaan jaksa Pak Isnu dituduh menerima gratifikasi. Saya tegaskan, beliau tidak menerima dan tidak melakukan gratifikasi, bahkan memperkaya orang lain," ujar Entar.
Dia juga menyampaikan, Isnu sudah pensiun pada Mei 2013, sedangkan proyek e-KTP selesai pada Desember 2013.
"Artinya Pak Isnu tidak mengikuti proyek ini sampai akhir Desember 2013. Dan Pak Isnu hanya sampai adendum keenam saja. Jadi tidak sampai adendum kesembilan seperti yang disampaikan JPU," ujarnya.
Entar menyampaikan, kliennya juga selama ini sangat kooperatif dalam mengikuti proses hukum yang ada. Kliennya mendukung penegakan hukum dengan selalu hadir ketika diperiksa KPK.
"Kami berharap di persidangan selanjutnya akan mendapatkan fakta hukum seterang-terangnya sehingga Pak Isnu mendapatkan keadilan," katanya.
Diberitakan, jaksa KPK mendakwa Isnu Edhi Wijaya dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik yang juga PNS BPPT, Husni Fahmi turut serta melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP. Keduanya didakwa mengatur dan mengarahkan proses pengadaan e-KTP.
Perkara dugaan korupsi e-KTP itu merugikan keuangan negara sekitar Rp 2,3 triliun. Jaksa menyebut, Husni Fahmi diperkaya sebesar US$ 20.000. Selain itu, dugaan korupsi e-KTP ini juga memperkaya sejumlah pihak lain, termasuk Perum PNRI dan perusahaan anggota konsorsium PNRI lainnya.
Atas perbuatannya, Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini
Sumber: BeritaSatu.com