Jakarta, Beritasatu.com - Penataan Kota Tua di bagian utara Jakarta sudah muncul sejak era Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, setengah abad lalu.
Buktinya, SK Gubernur No cd 3/1/70 tentang Pernyataan Daerah Taman Fatahillah, Jakarta Barat, sebagai Daerah di Bawah Pemugaran Pemerintah DKI Jakarta yang Dilindungi UU Monumenten Ordonantie (Staatblad 1931 Nomor 238).
Ada juga, SK Gubernur No 111-b 11/4/54/73 tentang Pernyataan Daerah Jakarta Kota dan Pasar Ikan, Jakarta Barat dan Jakarta Utara, sebagai Daerah di Bawah Pemugaran Pemda DKI Jakarta yang Dilindungi UU Monumenten Ordonantie (Staatblad 1931 Nomor 238).
Lima puluh tahun kemudian upaya nyata menghidupkan kembali kawasan Kota Tua masih belum selesai.
Harus diakui sudah ada kemajuan signifikan dalam upaya merevitalisasi kawasan sekitar Taman Fatahillah, Stasiun Kota, Pasar Pagi Perniagaan, Glodok, maupun Pinangsia.
Namun, impian menjadikan kawasan ini sebagai ikon Jakarta sekaligus destinasi wisatawan lokal dan mancanegara, belum sepenuhnya tercapai.
Dalam kondisi seperti itu, tiba-tiba Menteri BUMN Erick Thohir bicara soal revitalisasi ini saat ia berkunjung ke Kota Tua, Minggu (26/6/2022) lalu.
Di kawasan yang disebut Batavia Lama atau Oud Batavia di mana berdiri beberapa gedung milik BUMN, Erick Thohir mengungkapkan visinya mengubah Kota Tua agar lebih bermanfaat seperti halnya Gedung Sarinah di Jakarta Pusat.
Seperti diberitakan, Sarinah di Jl Thamrin Jakpus, direnovasi Kementerian BUMN era Erick Thohir.
Gedung yang berdiri 15 Agustus 1966 itu kini menjadi pusat perbelanjaan berstatus cagar budaya dengan konsep urban forest yang mengutamakan outdoor space di jantung Ibukota.
Erick ingin Kota Tua juga mengalami transformasi serupa.
Visi Erick bukan hal baru dan istimewa. Visi serupa juga dicanangkan oleh para pemimpin Jakarta sebelum Anies Baswedan.
Dihitung sejak Ali Sadikin berarti visi revitalisasi sudah berjalan selama masa jabatan 11 gubernur.
Tentu masing-masing gubernur memiliki intensitas berbeda dalam menggarap kawasan bersejarah peninggalan Belanda tersebut. Ada yang sekadar mengeluarkan aturan soal perlindungan bangunan bersejarah. Ada yang getol menggarap. Ada juga yang tidak memperhatikannya.
Tak mengherankan kawasan Kota Tua sempat menjadi kawasan kusam, tak terurus, dan cenderung menyeramkan.
Perubahan signifikan Kota Tua dari kawasan kumuh-suram menjadi pusat aktivitas masyarakat dimulai ketika Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta merevitalisasi pada 13 Maret 2014.
Revitalisasi dalam arti ada tindakan nyata. Bukan sekadar ucapan atau dalam bentuk aturan tertulis.
Singkat cerita, sebagian bangunan bersejarah di kawasan seluas 846 hektare itu direnovasi dan dimanfaatkan untuk tujuan bisnis penunjang pariwisata.
Kemacetan diurai. Akses masyarakat ke kawasan itu dibuka seluas-luasnya dengan menambah armada dan rute angkutan umum.
Ratusan pedagang kaki lima (PKL) yang semrawut direlokasi. Area-area terbuka ditambah.
Perubahan fisik tersebut juga diisi dengan keberlanjutan geliat hidup berupa interaksi sosial dan bisnis. Karena itu sejumlah festival, pameran, bazar, atau pertunjukan digelar di sejumlah lokasi.
Kawasan Kota Tua dimanfaatkan untuk berbagai acara besar, di antaranya perayaan pergantian tahun. Kawasan Museum Fatahillah sudah lama menjadi tujuan wisata.
Pada Mei 2017, kawasan wisata Kota Tua menyambut kedatangan Raja Carl XVI Gustaf dan Ratu Silvia dari Swedia. Rombongan itu datang bersama 35 relasi bisnis yang menyelenggarakan "Indonesian Sweden Executive Forum".
Halaman: 1234selengkapnya
Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini
Sumber: BeritaSatu.com