Jakarta, Beritasatu.com – Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) diharapkan dapat melibatkan kalangan industri. Hal ini terkait rencana penerbitan aturan mengenai pelabelan potensi bahaya Bisphenol-A (BPA) pada air minum galon.
“Untuk industri ya diajak diskusi, kira-kira pelabelannya seperti apa agar tidak mengganggu perusahaan,” kata Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo dalam keterangan yang diterima Beritasatu.com, Selasa (28/6/2022).
Upaya BPA pada air minum galon dinilai tidak tepat waktu dan terkesan diskriminatif. Pasalnya, di saat kondisi ekonomi masyarakat yang menurun akibat dihantam pandemi Covid-19, upaya pelabelan justru dapat menyumbang banyak persoalan. Mulai masalah lingkungan hingga membebani industri.
Penilaian ini disampaikan Ketua Dokter Indonesia Bersatu (DIB) Eva Sridiana Chaniago. Eva mengatakan, air minum mineral saat ini sudah menjadi konsumsi publik. Telah bertahun-tahun masyarakat mengonsumsi air minum kemasan. Sejauh ini belum pernah terdengar ada keluhan kesehatan yang diakibatkannya.
Eva menambahkan BPOM seharusnya juga membuat penelitian yang komprehensif dan tidak berdasarkan asumsi atau menggunakan penelitian di luar negeri yang umumnya mengambil sampel botol bayi dan makanan kaleng untuk dijadikan landasan pengemabilan kebijakan pada galon guna ulang. Masing-masing produk punya karakter sendiri.
“Harus ada penelitian yang detail, misal kapan waktunya, sampelnya di mana, umur berapa, berapa lama melakukan penelitian, dan apakah benar bahwa para pasien kanker itu karena BPA. Kalau tidak seperti itu, namanya asumsi,” ujarnya.
Direktur Salemba Institute, Edi Homaidi menilai kalau rencana tersebut penuh diskriminasi dan patut diduga bertendensi pada persaingan usaha yang akan menguntungkan segelintir pelaku usaha.
Halaman: 12selengkapnya
Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini
Sumber: BeritaSatu.com