Pakar: Kebocoran Data Umum Jadi Pintu Masuk Ambil Spesifik

Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah menyebut data-data yang dibocorkan oleh Bjorka merupakan data yang bersifat umum, bukan data-data yang spesifik. Tetapi di mata pegiat keamanan siber Niko Tidar, data yang dianggap umum tersebut tetap saja membahayakan bila sampai bocor. Bahkan bagi penjahat siber atau yang menguasai big data, data tersebut bisa menjadi pintu gerbang untuk mengetahui data-data lain yang lebih spesifik.
"Orang-orang yang seperti itu bisa dibilang pemikirannya 10 langkah lebih jauh dari orang awam. Bahkan dari nomor telepon saja, itu sudah bisa digunakan misalnya untuk mencari tahu nomor ini terdaftar di platform media sosial mana saja. Atau dari NIK dan alamat juga bisa ditelusuri misalnya nama orang tuanya dan sebagainya. Dengan data-data yang sudah bocor ini, effort-nya akan lebih sedikit untuk bisa tahu data lain yang lebih spesifik. Jadi mau data pribadinya sekecil apapun, bagi saya itu bukan data umum dan harus tetap dijaga," kata Niko Tidar kepada Beritasatu.com, Jumat (16/9/2022).
Niko menyampaikan, data-data yang saat ini sudah bocor seperti NIK, email hingga nomor telepon sebetulnya juga sudah cukup untuk menjadi alat melakukan tindak kejahatan. Misalnya saja untuk penawaran pinjaman online (pinjol) ilegal, atau penipuan-penipuan melalui media elektronik seperti WhatsApp atau email menggunakan metode phishing.
"Data-data yang bocor nantinya mau diolah menjadi apa, itu tergantung si pembeli. Untuk orang-orang yang bisa mengolah data, ini bisa bahaya sekali. Jadi saya tidak sepakat kalau disebut data yang bocor itu hanya data umum. Ini tetap data penting yang harus dijaga jangan sampai bocor," kata Niko.
Chairman lembaga riset siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha juga mengungkapkan, data yang bocor seperti data registrasi SIM Card sangat rawan sekali jika digabungkan dengan data-data kebocoran yang lain yang pernah terjadi. Penggabungan data yang bocor tersebut bisa menjadi data profil lengkap yang bisa dijadikan data dasar dalam melakukan tindak kejahatan penipuan atau kriminal yang lain.
"Dengan kondisi di Indonesia yang belum ada UU Perlindungan Data Pribadi, sehingga tidak ada upaya memaksa dari negara kepada penyelenggara sistem elektronik (PSE) untuk bisa mengamankan data dan sistem yang mereka kelola dengan maksimal atau dengan standar tertentu. Akibatnya banyak terjadi kebocoran data, namun tidak ada yang bertanggungjawab, semua merasa menjadi korban," kata Pratama.
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI

Lirik Lagu Di Tepian Rindu oleh Davi Siumbing yang Viral di Media Sosial

204 Juta Data Pemilih di KPU Bocor, Menkominfo Sebut Bukan Motif Politik

Dampak Perubahan Iklim Makin Nyata, Jokowi Beberkan Faktanya

Ketidakpastian Global Masih Menghantui, Begini Karakteristiknya

Geledah Rumah di Jakarta, KPK Sita Bukti Dokumen Terkait Kasus Wamenkumham

Ada Gangguan Sinyal di Stasiun Citayam, Perjalanan KRL Tertahan

Lirik Lagu Before You Go dari Lewis Capaldi dan Terjemahannya

Bhayangkara FC Pastikan Kontrak Radja Nainggolan

KPU Beri Akses ke Tim Tanggap untuk Cegah Penyebaran Data Pemilih

Sri Mulyani Diminta Jokowi Siapkan Rekomendasi Kenaikan Gaji Menteri

Gerindra Targetkan Prabowo-Gibran Raup 60 Persen Suara di Jawa Barat

Jokowi Ungkap Alasan Rajin Hadiri Konferensi di Luar Negeri

Efisiensi Energi Taiwan Peringkat 2 di Asia

Lawan Jerman di Final Piala Dunia U-17, Prancis Usung Misi Balas Dendam

Jokowi: Perbedaan Pilihan di Pemilu Hal Wajar, Tak Perlu Khawatir
1
B-FILES


Pemilu 2024 vs Kesejahteraan Mental Generasi Z
Geofakta Razali
Rakernas IDI dan Debat Pilpres 2024
Zaenal Abidin
Indonesia dan Pertemuan Puncak APEC
Iman Pambagyo